Sunday, October 27, 2013

Moral DPR dan Tanggung Jawab Parpol


Oleh: Zamhasari Jamil

Nama-nama calon anggota legislatif (Caleg) yang diajukan oleh Partai Politik (Parpol) untuk “bertarung” pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendatang telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seperti Pemilu pada tahun-tahun sebelumnya, karakteristik nama-nama Caleg yang muncul tersebut tak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Nama-nama Caleg yang tampil masih didominasi oleh anggota DPR petahana (incumbent), selebritis, keluarga dan kerabat pejabat di pemerintahan. Di tingkat pusat, setidaknya ada 15 orang diantara Caleg tersebut merupakan keluarga dekat Presiden SBY dan ada 4 orang pula yang merupakan keluarga dekat Rhoma Irama. Kenyataan ini memperkuat keyakinan masyarakat bahwa perpolitikan di Indonesia ini masih lekat dengan uang, hubungan keluarga dan kekuatan lama, sehingga perpolitikan di republik ini belum mengedepankan kapasitas, kapabilitas atau kemampuan, pengalaman dan keunggulan yang dimiliki oleh seseorang.

Ada beberapa hal yang menyebabkan perpolitikan di negeri kita ini terkesan tidak tertata rapi: Pertama, penerapan aturan hukum yang masih lemah. Peraturan yang berkaitan dengan Pemilu selalu saja berubah-ubah dalam setiap pemilihan, tergantung selera dan kepentingan para pembuat aturan tersebut, dan tidak pula mendasarkan peraturan yang dilahirkan itu kepada proses pendewasaan demokrasi di negeri ini. Itulah alasan mengapa politik di negeri ini masih dalam tahap konsolidasi walaupun sudah 15 tahun reformasi. Jadi, lemahnya aturan hukum ini membuat para politikus leluasa untuk mengekploitasi hukum sesuai dengan kepentingan mereka. Penulis dapat mengatakan bahwa perusak hukum di negeri kita adalah mereka yang telah merumuskan dan melahirkan hukum itu sendiri.

Kedua, prilaku pemilih yang masih “gila idola”. Akhir-akhir ini ada kecenderungan peralihan prilaku pemilih di Indonesia yang pada awal-awal reformasi masih mengutamakan paham atau aliran kesepahaman (untuk tidak mengatakan aliran kepercayaan dan aliran keyakinan). Sebagai contoh, pada awal-awal reformasi ada partai baru yang berlandaskan kepada agama tertentu sangat mendapat tempat di hati pemilih (rakyat), namun seiring dengan bergulirnya waktu saat petinggi partai tersebut tersandung kasus hukum, maka tak sedikit yang mencela dan merasa menyesal karena telah menyanjung dan memuja partai itu secara berlebihan. Lihat saja misalnya dalam Pilgubri putaran I pada 4 September 2013 lalu, Cagubri yang diusung oleh partai yang selama ini dikenal bersih dan jauh dari “zona syubhat” tak lagi mendapat tempat di hati rakyat.

R. William Liddle, profesor Ilmu Politik di Ohio State University, Amerika Serikat dan juga pakar ke-Indonesia-an mengungkapkan bahwa karakteristik prilaku pemilih Indonesia lebih mengedepankan popularitas figur dan ketokohan seseorang ketimbang ideologi partai pengusung Caleg yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa figur-figur selebritis, mereka yang akrab dengan media terutama televisi dan juga keluarga politikus dan pejabat yang sedang berkuasa memiliki peluang dan tingkat kemungkinan terpilih dalam Pemilu lebih besar karena memang mereka sudah memiliki popularitas yang cukup memadai. Modal popularitas ini pulalah yang tidak menafikan sebagian Parpol untuk mengusung Caleg-caleg yang sudah punya nama ini, selain mengharapkan kapital yang akan menghidupkan mesin Parpol tersebut. Parpol tak usahlah memungkiri karena memang tak ada Parpol yang tidak mengharapkan kapital dari setiap Caleg yang diusungnya. Walaupun mungkin tidak “diminta” ketika masih dalam proses pencalonan, tapi bisa saja harus “menyetor lebih” kepada Parpol pengusungnya bila sudah duduk di “rumah perwakilan rakyat” itu nantinya.

Ketiga, tanggung jawab Parpol yang tak jelas. Kasus hukum yang menyeret banyak petinggi Parpol akhir-akhir ini menunjukkan bahwa tanggung jawab Parpol terhadap kader-kadernya tidak ada sama sekali dan itu terlihat sangat jelas. Adapun memberhentikan kader atau meminta kader yang terlibat kasus hukum untuk mundur atau berhenti bukanlah merupakan sikap arif dan bijaksana Parpol, sebaliknya itu merupakan tindakan “cuci tangan” Parpol.

Masing-masing Parpol pastilah berusaha sekuat mungkin untuk menjadikan Parpolnya tetap “berkibar” dan selalu berada di puncak.  Tentu saja, memenangi Calegnya dalam Pemilu dan mendanai Parpol ini agar tetap berjalan sesuai dengan harapan tertingginya selalu menjadi perhatian utama. Dan kesempatan yang paling besar itu ada bila Parpol mencalonkan mereka yang memang sudah punya nama dan populer di hadapan masyarakat. Proses dan mekanisme seleksi Caleg dan mempromosikan kader Parpol untuk maju di Pemilihan Legislatif apalagi dengan memandang dan mengedepankan kualitas Caleg belumlah menjadi prioritas utama bagi sebagian Parpol di negeri ini.              

Idealnya, bila Parpol betul-betul ingin mendapatkan Calegnya yang berkualitas dan memiliki integritas yang baik, maka Parpol haruslah terbuka dalam proses seleksi dan merekrut calon-calon yang ada secara terbuka, tidak semata-mata memandang popularitasnya semata. Parpol haruslah menayangkan background Caleg yang diusungnya itu sehingga pemilih betul-betul dapat mengenal siapa Caleg yang patut dan layak untuk mewakili suaranya di gedung Dewan tersebut. Tidak seperti yang selama ini terjadi: asal pilih saja. Mana Caleg yang sering terdengar namanya dan sering muncul di layar kaca, maka dialah yang dipilih, walaupun umumnya pemilih di negeri kita ini tak mengetahui secara jelas dan pasti background Caleg yang dipilihnya itu.

Pemilih tak ada pilihan lain terhadap semua Caleg yang diusung oleh Parpol selain memilih salah-satu diantara Caleg yang ada. Kehati-hatian dan ketelitian Parpol dalam mengusung Calegnya adalah sesuatu yang dinantikan oleh Pemilih Indonesia dalam rangka mendapatkan Perwakilan Rakyat yang betul-betul berkualitas. Pada dasarnya, moral Caleg yang kemudian terpilih menjadi Dewan Perwakilan Rakyat itu adalah tanggung jawab partai, karena Parpol-lah yang telah mengusung mereka. Sedangkan rakyat hanya dihadapkan pada pilihan: memilihnya atau tidak memilihnya sama sekali.   

Zamhasari Jamil, Ketua Laboratorium dan dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Abdurrab Pekanbaru.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home