Moral DPR dan Tanggung Jawab Parpol
Oleh: Zamhasari Jamil
Nama-nama calon anggota legislatif
(Caleg) yang diajukan oleh Partai Politik (Parpol) untuk “bertarung” pada
Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendatang telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Seperti Pemilu pada tahun-tahun sebelumnya, karakteristik nama-nama
Caleg yang muncul tersebut tak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan.
Nama-nama Caleg yang tampil masih didominasi oleh anggota DPR petahana (incumbent),
selebritis, keluarga dan kerabat pejabat di pemerintahan. Di tingkat pusat,
setidaknya ada 15 orang diantara Caleg tersebut merupakan keluarga dekat
Presiden SBY dan ada 4 orang pula yang merupakan keluarga dekat Rhoma Irama.
Kenyataan ini memperkuat keyakinan masyarakat bahwa perpolitikan di Indonesia
ini masih lekat dengan uang, hubungan keluarga dan kekuatan lama, sehingga
perpolitikan di republik ini belum mengedepankan kapasitas, kapabilitas atau kemampuan,
pengalaman dan keunggulan yang dimiliki oleh seseorang.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
perpolitikan di negeri kita ini terkesan tidak tertata rapi: Pertama, penerapan
aturan hukum yang masih lemah. Peraturan yang berkaitan dengan Pemilu selalu
saja berubah-ubah dalam setiap pemilihan, tergantung selera dan kepentingan
para pembuat aturan tersebut, dan tidak pula mendasarkan peraturan yang
dilahirkan itu kepada proses pendewasaan demokrasi di negeri ini. Itulah alasan
mengapa politik di negeri ini masih dalam tahap konsolidasi walaupun sudah 15
tahun reformasi. Jadi, lemahnya aturan hukum ini membuat para politikus leluasa
untuk mengekploitasi hukum sesuai dengan kepentingan mereka. Penulis dapat
mengatakan bahwa perusak hukum di negeri kita adalah mereka yang telah
merumuskan dan melahirkan hukum itu sendiri.
Kedua, prilaku pemilih yang masih “gila
idola”. Akhir-akhir ini ada kecenderungan peralihan prilaku pemilih di
Indonesia yang pada awal-awal reformasi masih mengutamakan paham atau aliran
kesepahaman (untuk tidak mengatakan aliran kepercayaan dan aliran keyakinan).
Sebagai contoh, pada awal-awal reformasi ada partai baru yang berlandaskan
kepada agama tertentu sangat mendapat tempat di hati pemilih (rakyat), namun
seiring dengan bergulirnya waktu saat petinggi partai tersebut tersandung kasus
hukum, maka tak sedikit yang mencela dan merasa menyesal karena telah menyanjung
dan memuja partai itu secara berlebihan. Lihat saja misalnya dalam Pilgubri putaran
I pada 4 September 2013 lalu, Cagubri yang diusung oleh partai yang selama ini
dikenal bersih dan jauh dari “zona syubhat” tak lagi mendapat tempat di hati
rakyat.
R. William Liddle, profesor Ilmu Politik
di Ohio State University, Amerika Serikat dan juga pakar ke-Indonesia-an mengungkapkan
bahwa karakteristik prilaku pemilih Indonesia lebih mengedepankan popularitas figur
dan ketokohan seseorang ketimbang ideologi partai pengusung Caleg yang
bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa figur-figur selebritis, mereka yang akrab
dengan media terutama televisi dan juga keluarga politikus dan pejabat yang
sedang berkuasa memiliki peluang dan tingkat kemungkinan terpilih dalam Pemilu lebih
besar karena memang mereka sudah memiliki popularitas yang cukup memadai. Modal
popularitas ini pulalah yang tidak menafikan sebagian Parpol untuk mengusung
Caleg-caleg yang sudah punya nama ini, selain mengharapkan kapital yang akan
menghidupkan mesin Parpol tersebut. Parpol tak usahlah memungkiri karena memang
tak ada Parpol yang tidak mengharapkan kapital dari setiap Caleg yang
diusungnya. Walaupun mungkin tidak “diminta” ketika masih dalam proses
pencalonan, tapi bisa saja harus “menyetor lebih” kepada Parpol pengusungnya bila
sudah duduk di “rumah perwakilan rakyat” itu nantinya.
Ketiga, tanggung jawab Parpol yang tak
jelas. Kasus hukum yang menyeret banyak petinggi Parpol akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa tanggung jawab Parpol terhadap kader-kadernya tidak ada sama
sekali dan itu terlihat sangat jelas. Adapun memberhentikan kader atau meminta
kader yang terlibat kasus hukum untuk mundur atau berhenti bukanlah merupakan
sikap arif dan bijaksana Parpol, sebaliknya itu merupakan tindakan “cuci tangan”
Parpol.
Masing-masing Parpol pastilah berusaha
sekuat mungkin untuk menjadikan Parpolnya tetap “berkibar” dan selalu berada di
puncak. Tentu saja, memenangi Calegnya
dalam Pemilu dan mendanai Parpol ini agar tetap berjalan sesuai dengan harapan
tertingginya selalu menjadi perhatian utama. Dan kesempatan yang paling besar
itu ada bila Parpol mencalonkan mereka yang memang sudah punya nama dan populer
di hadapan masyarakat. Proses dan mekanisme seleksi Caleg dan mempromosikan
kader Parpol untuk maju di Pemilihan Legislatif apalagi dengan memandang dan
mengedepankan kualitas Caleg belumlah menjadi prioritas utama bagi sebagian
Parpol di negeri ini.
Idealnya, bila Parpol betul-betul ingin mendapatkan
Calegnya yang berkualitas dan memiliki integritas yang baik, maka Parpol
haruslah terbuka dalam proses seleksi dan merekrut calon-calon yang ada secara
terbuka, tidak semata-mata memandang popularitasnya semata. Parpol haruslah
menayangkan background Caleg yang diusungnya itu sehingga pemilih
betul-betul dapat mengenal siapa Caleg yang patut dan layak untuk mewakili
suaranya di gedung Dewan tersebut. Tidak seperti yang selama ini terjadi: asal
pilih saja. Mana Caleg yang sering terdengar namanya dan sering muncul di layar
kaca, maka dialah yang dipilih, walaupun umumnya pemilih di negeri kita ini tak
mengetahui secara jelas dan pasti background Caleg yang dipilihnya itu.
Pemilih tak ada pilihan lain terhadap semua
Caleg yang diusung oleh Parpol selain memilih salah-satu diantara Caleg yang
ada. Kehati-hatian dan ketelitian Parpol dalam mengusung Calegnya adalah
sesuatu yang dinantikan oleh Pemilih Indonesia dalam rangka mendapatkan
Perwakilan Rakyat yang betul-betul berkualitas. Pada dasarnya, moral Caleg yang
kemudian terpilih menjadi Dewan Perwakilan Rakyat itu adalah tanggung jawab
partai, karena Parpol-lah yang telah mengusung mereka. Sedangkan rakyat hanya
dihadapkan pada pilihan: memilihnya atau tidak memilihnya sama sekali.
Zamhasari Jamil, Ketua Laboratorium dan dosen Ilmu Pemerintahan
Universitas Abdurrab Pekanbaru.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home