Perdamaian Syiria Harapan Kita
Oleh: Zamhasari Jamil
Peminat Kajian Politik dan Hubungan Internasional; Alumnus
Aligarh Muslim University, India.
Kunjungan
Kofi Annan yang merupakan utusan khusus Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Liga
Arab dan juga merupakan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB ke Syiria akhir Mei lalu itu tidak bisa
diabaikan begitu saja. Ini merupakan kunjungannya yang kedua setelah 10 Maret
silam. Kehadiran Annan tersebut tentu saja menawarkan solusi baru menuju
perdamaian di negeri pimpinan Basyar Al-Asad itu. Pergolakan yang telah
berlangsung di Syiria selama lebih kurang 16 bulan ini tentu saja membawa imbas
yang tak diharapkan bagi dunia internasional umumnya dan terlebih lagi bagi
negara di kawasan Asia Barat yang dalam beberapa tahun terakhir ini memiliki
catatan mengenai konflik internal dan sipil yang berakhir dengan tumbangnya sang
penguasa. Berakhirnya rezim Hosni Mubarak di Mesir dan Muammar Khadafi di Libya
tentu masih segar dalam ingatan kita.
Demi
perdamaian di Syiria, Rusia memberi
sinyal bahwa Rusia tak lagi berfikir untuk mempertahankan kelangsungan
kepemimpinan Asad. Bahkan Rusia nampaknya mendukung skenario “mendamaikan
Yaman” diterapkan di Syiria bila memang skenario itu diterima oleh rakyat
Syiria. Skenario yang diamini oleh Amerika Serikat dan nampaknya juga bakal diikuti
oleh Cina. Selama ini Rusia dan Cina memang dikenal sebagai sabahat dekat
Syiria.
Kenyataan
menunjukkan bahwa selagi Asad masih memegang tampuk kepemimpinan di Syiria,
impian damai di Syiria masih jauh dari harapan. Sepertinya kunjungan mantan
Sekjen PBB itu tak membawa dampak yang berarti bagi perkembangan perdamaian di
Syiria. Mengenai rencana baru sejumlah aktor yang terlibat dalam konflik
Syiria, Rusia dan Iran tetap menjamin keikutsertaan mereka dalam menjaga
kepentingan mereka di kawasan itu. Kini, kekhawatiran telah muncul, bila Asad
tak segera meletakkan jabatannya, maka perang saudara di Syiria tak akan
berkesudahan dalam waktu dekat ini, mengingat kubu Asad sepertinya sulit untuk
mengambil hati kubu oposisi yang nampaknya belum rela berdamai dengan kubu
Asad, walaupun baru-baru ini Asad sudah merombak susunan kabinetnya dengan
melibatkan pihak oposisi kedalam kabinet yang baru dibentuknya ini.
Perpecahan
di Syiria setiap hari makin menjadi-jadi. Militer tak lagi dapat mengontrol
konflik yang terus menjalar ke seluruh wilayah itu. Hal ini memungkinkan
kelompok oposisi mendapatkan tempat sekaligus sebagai titik awal untuk sesegera
mungkin menggulingkan Asad dari kursi kepresidenannya. Annan menawarkan solusi
agar Asad keluar dari Syiria dan menyingikir ke Rusia, disaat yang bersamaan
pula beredar rumor di salah satu harian AS yang melaporkan bahwa Asad telah
menggelapkan uang negara sebasar enam miliar dolar. Tentu saja semua ini
membuat oposisi di Syiria semakin meradang dan sulit menerima kepemimpinan Asad
lagi.
Sejauh
ini pihak keamanan Syiria belum mau berbicara mengenai reformasi di Syiria.
Yang jelas proses untuk mendamaikan Syiria tak bisa disamakan dengan proses
mendamaikan Yaman mengingat struktur keamanan di Syiria itu sangat berbeda
sekali dengan Yaman. Perlu diingat bahwa kepemimpinan Bashar Al-Asad merupakan
rekayasa pihak keamanan dan militer Syiria setelah kematian ayahandanya. Tentu
saja penunjukan Asad sebagai pengganti ayahandanya ini sempat membuat dunia
heran dan tercengang dibuatnya.
Perlu
diingat bahwa rencana yang ditawarkan oleh Annan kepada Asad untuk mempercepat
proses perdamaian di Syiria itu tidak berbeda jauh dengan usulan Zionis, Ehud
Barak, yang diumumkannya saat kunjungannya ke Amerika Serikat beberapa pekan
lalu. Usulan itu kemudian diyakini pula oleh Presiden AS, Barak Obama. Rencana
dan usulan itu mereka sebut dengan skenario Yaman, dimana Israel sangat
khawatir terhadap posisi mereka bila gelojak di Syiria tak dapat dicegah
sesegera mungkin. Obama mengingatkan bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup di
Syiria, penggunaan jargon militerisasi revolusi hendaknya dihindari, karena hal
itu rentan terhadap munculnya jargon jihad baru yang apabila istilah jihad ini
muncul nantinya, maka hal itu akan lebih sulit untuk diredam lagi dan pada
akhirnya nanti hanya kegagalan dalam mendamaikan Syirialah yang ditemui.
Hal
utama yang patut kita tanya adalah: apakah Asad bersedia menerima tawaran Annan
tersebut atau tidak? Karena posisi Asad saat ini tentu sangat menentukan nasib
keamanan, lembaga militer dan darah anak-anak Syiria beberapa dekade ke depan.
Masa depan Syiria ada di tangan Asad hari ini. Dalam hemat kami, akan lebih
terhormat bila Asad dengan suka rela turun dari tahta kepresidenannya demi
menjaga keutuhan bangsa dan negaranya sendiri sebelum Asad digulingkan oleh kubu
oposisi yang tentu saja didukung oleh kekuatan-kekuatan ekternal yang selama
ini memang sudah berseberangan dengan Asad sendiri.
Kita
memang tak tahu jawaban yang pasti, meskipun nampaknya Asad takkan menerima
solusi yang ditawarkan Annan itu. Sepertinya Asad punya resep sendiri untuk
meredam konflik di dalam negerinya sendiri dan sekaligus memenangkannya dari
oposisi. Kita akan sama-sama menunggu keputusan yang akan dibuat Asad, dan
mudah-mudahan Turki dan beberapa negara Arab yang bertetangga dengannya dapat
memainkan pengaruhnya guna mewujudkan perdamaian di Syiria yang sudah
dinantikan oleh jiwa-jiwa yang tak berdosa di negeri itu. Perdamaian, tidak
hanya di Syiria, tapi juga di seluruh belahan bumi ini, tentu menjadi harapan
dan dambaan kita semua. Oh penghuni dunia, berdamailah! *
0 Comments:
Post a Comment
<< Home