Saturday, May 19, 2012

Pendidikan Tentang Makna Manusia

(Renungan Memasuki Rajab 1433 H)

Oleh: H. Zamhasari Jamil, MA.
Alumnus Aligarh Muslim University, India; Peminat masalah pendidikan,
berdomisili di Kec. Kubu Babussalam, Rokan Hilir.

LAMA penulis termenung hanya untuk mencari arti dan makna kata ‘manusia’, makhluk yang oleh Tuhan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, yaitu kelebihan berupa akal pikiran dan hawa nafsu. Dan Alhamdulillah, terlintas dalam pikiran penulis seuntai kalimat Arab ini: Al-insanu makanul khata’ wal-nisyan. Artinya: Kesalahan dan kelupaan itu hanya ada pada manusia.

Didalam Bahasa Arab, Kata ‘an-nisyan’ yang berarti ‘kelupaan’ itu berasal dari kata ‘nasiya-yansa’, suatu bentuk kata kerja (verb) masa lalu dan masa sekarang (sedang) yang artinya ‘telah lupa’ dan ‘sedang lupa’. Adapun untuk ‘kata nama tempat’ atau lebih populer dalam ilmu Bahasa Arab dengan sebutan ‘isim makan’ dari kata ‘nasiya-yansa’ itu adalah ‘mansiyan’ atau ‘mansia’, yang berarti ‘tempat lupa’. Ringkasnya, penulis dapat mengatakan bahwa salah dan lupa itu adalah “bawaan” manusia sesuai dengan sifat namanya seperti yang sudah penulis uraikan dimuka tadi. Jadi, ‘mansia’ dalam Bahasa Arab-nya dan ‘manusia’ dalam Bahasa Indonesia-nya, bermakna tempat lupa atau yang memiliki sifat lupa.

Penulis berpandangan bahwa anak-anak kita dan anak-anak didik kita harus mendapatkan pengetahuan tentang makna manusia itu semenjak dini. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat memaksimalkan potensi dan kemampuan yang ada pada diri mereka itu dan dapat pula berusaha untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang ada padanya. Disinilah letak pentingnya orang tua dan guru memberikan pemahaman tentang makna manusia itu sendiri.

Bila usia manusia ini diumpamakan dengan waktu dalam sehari, maka usia bayi itu diumpamakan sebagai waktu subuh. Usia remaja itu diibaratkan dengan waktu dhuha, sedangkan usia dewasa itu waktu dzuhur, dan usia senja itu adalah waktu ashar, serta saat sakratul maut diumpamakan sebagai waktu maghrib. Dan waktu malam itu adalah kehidupan di alam kubur atau alam barzakh yang gelap gulita. Hanya amal ibadah yang shalih kita di dunia inilah yang akan menjadi penerang didalamnya.

Allah SWT memiliki perhatian khusus bahkan bersumpah dengan salah satu waktuNya, yaitu waktu ashar. Disitu Allah SWT menyatakan bahwa sesungguhnya manusia ini benar-benar dalam keadaan merugi. Sebab, banyak diantara kita yang lupa dan menyia-nyiakan waktu sejak dari waktu subuh hingga waktu zuhur bahkan tanpa terasa tiba-tiba kita sudah berada di waktu ashar, bahkan sampai maghrib dan kemudian malam. Dalam kaitannya dengan usia manusia, banyak pula diantara kita yang telah lupa dan menyia-nyiakan waktu hingga mencapai usia dewasa bahkan mencapai usia senja atau uzur, sedangkan pada usia yang sudah uzur ini segala kegiatan atau amal ibadah tersebut sering tak dapat dilakukan dengan maksimal lagi. Faktor lupa inilah yang membuat kita menyia-nyiakan waktu tersebut.

Secara tegas Allah mengatakan bahwa manusia dalam keadaan merugi, apalagi bila sudah mencapai usia senja namun belum juga berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, bagi agama, bangsa dan negaranya. Kita patut meneladani tokoh-tokoh disekitar kita yang memiliki semangat juang yang tinggi dan semangat membangun untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat walaupun dari segi usia sudah memasuki ‘waktu ashar’ atau usia senja. Sesuailah dengan syair Arab kuno yang mengatakan bahwa pemuda itu tak cukup dilihat dari usianya, tapi dari semangatnya juga. Bisa saja dari segi usia masih pemuda, tapi bila tak memiliki semangat juang dan semangat untuk membangun lagi, maka si-pemuda inilah yang pantas disebut sebagai yang uzur dan berada di usia senja.

Maka manusia macam manakah yang tidak merugi disisi Allah SWT? Manusia yang tidak merugi itu adalah (QS. Al-Ashr: 3): Pertama, beriman kepada Allah SWT dan semua hal-hal yang wajib untuk diimani sebagaimana yang termaktub didalam rukun iman. Ciri-ciri orang yang beriman (QS. Al-Anfal: 2-3) itu adalah: (a) bergetar hatinya apabila disebutkan dan mendengar nama Allah SWT, (b) merasa teduh dan serta bertambah keimanannya bila mendengarkan ayat-ayat Allah SWT, (c) berserah diri dan bertawakkal kepada Allah SWT, (d) mendirikan shalat tepat pada waktunya, dan (e) senantiasa menginfaqkan sebagian dari harta yang telah dikaruniai oleh Allah SWT kepadanya. Mereka inilah orang-orang yang sebenar-benarnya beriman menurut standar yang ditetapkan oleh Allah SWT (QS. Al-Anfal: 4).

Kedua, manusia yang tidak termasuk kedalam kelompok yang merugi selanjutnya adalah yang selalu berbuat amal kebaikan. Seorang yang memiliki hati nurani yang suci dan bersih, ia akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang betul dan mana yang salah, mana yang haknya dan mana yang bukan haknya. Hanya orang-orang yang sudah buta mata hatinya sajalah yang tak dapat lagi membedakan semuanya ini.      

Ketiga, orang yang saling menasehati dalam hal kebenaran. Tidak ada celah baginya untuk membenarkan yang salah, apalagi sampai mendukung kegiatan atau prilaku yang salah supaya dapat dibenarkan. Keempat, orang yang saling menasehati dalam hal kesabaran. Sabda Rasulullah SAW, “Sabar itu indah”. Namun kita juga mengakui bahwa bersabar itu sangatlah berat dan susah. Seperti contoh, sabar untuk tidak berlaku curang dalam ujian, sabar untuk tidak menjahili kawan, sabar untuk tidak menganiaya dan menghina orang lain, sabar untuk tidak berlaku korupsi terhadap waktu, jabatan dan amanah yang diembankan kepada kita. Dan yang tak kalah beratnya juga adalah sabar dalam melakukan ketaatan kepada perintah Allah SWT dan RasulNya.

Akhirnya, memasuki bulan Rajab 1433 H ini dimana dua bulan lagi sampailah kita ke bulan Ramadhan. Mari kita sambut dengan puasa sunnah masing-masing tiga hari di awal, pertengahan dan akhir untuk bulan Rajab dan Sya’ban tahun ini seraya berdoa kepada Allah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah: Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikan usia kami di bulan Ramadhan nanti. Juga mari kita memohon kepada Allah SWT semoga kita, anak kita dan anak-anak didik kita menjadi orang yang tidak lupa dan tidak merugi, namun sebaliknya menjadi orang yang beruntung hidup di dunia dan di akhirat kelak nantinya, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.*

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Salam, suatu taushiyah yg cukup berarti. Semacam terasa di bulan puasa aja. Tengkyu.

2:57 AM  

Post a Comment

<< Home