Bagaimana Menyikapi Keputusan Pemerintah?
Oleh: H. Zamhasari Jamil, MA.
SALAH satu adegan yang terdahsyat di
atas panggung Republik Indonesia akhir-akhir ini adalah geliat BBM bersubsidi
yang telah menyedot mayoritas lapisan masyarakat Indonesia untuk turun ke jalan
berunjuk rasa memprotes geliat BBM bersubsidi yang didalangi oleh pemerintah
dibawah kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono – Boediono. Hampir
semua mahasiswa dari seluruh kampus di negeri ini dan beberapa lembaga swadaya
masyarakat melakukan protes dan berdemonstrasi menolak kebijakan pemerintah
yang menaikkan harga BBM tersebut.
Terlepas dari aksi unjuk rasa dan
demonstrasi itu, ada pihak-pihak tertentu yang tak mau ketinggalan dengan
adegan BBM yang terus menggeliat ini. Mereka seolah tak risau dengan kenaikan
harga BBM bersubsidi tersebut, sebaliknya mereka malah berusaha untuk meraup
keuntungan sebesar mungkin dengan menimbun BBM bersubsidi sebanyak-banyaknya
dalam rangka menyikapi kenaikan harga BBM bersubsidi yang rencananya diterapkan
tanggal 1 April lalu. Perilaku penimbunan ini tentu saja menimbulkan keresahan
dan kesusahan bagi masyarakat banyak karena dengan adanya praktek penimbunan
secara liar tersebut menimbulkan persoalan baru di lapangan berupa kelangkaan
BBM di sebagian besar SPBU.
Sebagian masyarakat juga ada yang
menanggapi kenaikan harga BBM ini secara positif. Hal ini tentu saja
mengakibatkan perpedaan pandangan yang berujung pada perselisihan di kalangan
masyarakat itu sendiri. Disinilah para penentu kebijakan harus arif dan
bijaksana dalam bersikap sehingga melahirkan keputusan yang adil terhadap harga
BBM ini. Dengan demikian keputusan tersebut tidak mengabaikan kepentingan
nasional dan tidak pula mencederai kondisi riil masyarakat yang ternyata masih
banyak yang susah, melarat dan mau sakarat, sakaratul maut.
Penimbun
BBM dan Mengurangi Timbangan
Islam memandang bahwa praktek
penimbunan barang termasuk BBM yang salah satu tujuannya adalah untuk meraup
keuntungan sebesar-besarnya masuk dalam kategori serakah. Padahal serakah
adalah sifat yang tercela dalam Islam karena lebih mengedepankan sahwat
syaithoniyah yang dikendalikan oleh Iblis. Peringatan bagi para penimbun BBM
seperti ini dapat mengambil pelajaran dari apa yang sudah diingatkan oleh Allah
SWT terhadap para penimbun harta terdahulu dalam bentuk emas dan perak,
sebagaimana yang tertera dalam firmanNya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan
emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35)
Kebijakan menaikkan harga BBM sudah
barang tentu berimbas pula pada melonjaknya harga-harga kebutuhan lainnya.
Kondisi harga-harga kebutuhan lain yang semakin mahal ini tentu saja akan
memperdalam luka di hati masyarakat. Untuk mengantisipasi hal ini, dimana para
pedagangpun juga tak mau rugi dengan kondisi seperti ini membuat sebagian pedagang
memilih jalur untuk berlaku curang dalam timbangan sehingga seolah-olah harga
barang tersebut masih tetap normal dan biasa saja. Munculnya pedagang-pedagang
yang suka mengurangi timbangan inipun merupakan masalah baru pula di kalangan
masyarakat, padahal Allah SWT sudah mengingatkan: “Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthaffifin: 1-3)
Yang dimaksud dengan orang-orang yang
curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang. Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW sampai ke Madinah,
diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk yang paling curang dalam takaran
dan timbangan. Maka Allah menurunkan ayat diatas sebagai ancaman kepada
orang-orang yang curang dalam menimbang. Setelah ayat ini turun orang-orang
Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar. (Diriwayatkan
oleh an-Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu
Abbas.)
Menta’ati
Pemimpin yang Adil
Ketahuilah, bahwa jika benar tujuan
pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi ini untuk kepentingan nasional
dan masyarakat banyak, maka kita patut untuk mengikuti keputusan pemerintah
ini, karena seseorang belum dikatakan beriman bila tak mentaati pemimpinnya.
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT, “Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri (Pemimpin) di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah keputusan/pendapat itu kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa':
59).
Namun, apabila, sekali lagi, apabila
keputusan pemerintah ini hanyalah merupakan salah bentuk pesanan dari
neo-kapitalisme yang digaungkan dan diagungkan oleh pihak asing, maka kita
wajib untuk menolaknya. Dan kepada pemimpin yang masih mampu berbuat adil,
Allah tetap mengingatkan agar tetap rendah diri kepada masyarakat. Sebab,
dengan keberadaan masyarakat itulah, maka ia menjadi seorang pemimpin. Allah
SWT berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu'araa': 215).
Tolong
Menolong dan Tidak Boros
Jika pada akhirnya keputusan
pemerintah untuk tetap menaikkan harga BBM bersubsidi ini tak dapat kita
elakkan lagi, maka diantara jalan keluarnya adalah agar kita sesama masyarakat
baik pihak produsen maupun konsumen, atau pihak penjual dan pembeli agar tetap
memegang prinsip tolong-menolong sebagaimana yang dianjurkan dalam agama kita.
Para penjual hendaklah tidak mengambil keuntungan yang berlebihan sehingga
menyusahkan saudara kita yang berstatus sebagai pembeli dan kepada pembelipun
hendaklah tidak terlalu boros dan berlebih-lebihan dalam belanja.
Hal ini sesuai dengan panggilan Allah,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maa'idah: 2).
Kepada pembelipun Allah SWT sudah mengingatkan, “Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (yang
patut-patut saja).” (QS. Al-Furqaan: 67). Akhirnya, marilah kita sama-sama
berdoa dan bermunajat, semoga Allah SWT tetap melimpahkan karuniaNya kepada
kita semua. Amien.
H.
Zamhasari Jamil, MA.,
berasal dari Kec.
Kubu Babussalam, Rokan Hilir. E-mail: izamsh@gmail.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home