Thursday, November 24, 2005

Jendela Indonesia, Ujung Lidah Negara

Oleh: Zamhasari Jamil

SAAT mengikuti mata kuliah Hukum Internasional di Department of Political Science, Aligarh Muslim University, India, saya ditanya oleh dosen tentang bagaimana seharusnya proses perekrutan seorang calon diplomat yang akan ditugaskan di lembaga perwakilan di luar negeri. Jawaban saya ketika itu, “The recruitment of representative should be on the basis of his ability not of a “recommendation”, also the recruitment itself has to be conducted transparently”. Dosen saya tersebut langsung tersenyum sambil bilang, “It seems the recruitment of the representative of diplomatic agency in your country run not transparent and the value of a letter of recommendation is still high”. Saya tersipu malu karena saya telah membongkar aib negara sendiri. Tapi memang begitulah kenyataan yang terpampang di depan mata kita.


Membaca berita tentang tindakan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Stockholm, Swedia yang dimuat oleh Gatra Nomor 50 edisi 24 Oktober 2005, bagi saya bukanlah hal yang aneh. Sebab saya melihat bahwa peluang untuk melakukan korupsi itu memang terbuka lebar, mengingat letak dan posisi KBRI memang berada di luar negeri, dan media massa kita juga sangat jarang memuat berita mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di KBRI atau lembaga perwakilan RI di luar negeri itu.

Minimnya pengetahuan mayoritas masyarakat kita mengenai urusan atau hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan luar negeri Indonesia menyebabkan media massa kita sepertinya menganggap bahwa urusan yang berkaitan dengan KBRI bukanlah issue atau topik yang menarik untuk diketengahkan di khalayak ramai. Dan kesempatan ini pulalah yang menurut saya sangat berperan sekali dalam membuka kran peluang untuk melakukan tindakan kejahatan yang bernama korupsi di KBRI tersebut.

Bila kita berbicara mengenai KBRI, berarti kita juga sedang membicarakan diplomat. Sebelum melangkah lebih jauh perkenankan saya memberikan pengertian mengenai diplomat ini. Mungkin ada diantara kita yang bertanya, siapakah diplomat itu? Diplomat itu adalah duta negara atau utusan negara yang ditugaskan ke negara lain sebagai representatif atau untuk merepresentasikan negara yang telah mengutusnya. Seorang diplomat tak hanya dituntut untuk menjalin kerjasama yang baik dengan negara dimana ia ditugaskan, akan tetapi seorang diplomat tersebut juga memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk membangun hubungan yang baik dengan para duta dari negara lain yang ditempatkan di negara yang sama.

Kata diplomat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘diploma’ yang maknanya adalah “a letter folded double” atau utusan negara yang mengemban tugas ganda. Dan diplomat itu sendiri merupakan pelaku diplomasi. Sedangkan diplomasi tersebut merupakan sebuah seni negosiasi atau suatu bentuk manajemen hubungan internasional yang ditempuh melalui jalur negosiasi. Berdasarkan Perjanjian Vienna (Vienna Convention) tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dimana didalam pembukaannya disebutkan mengenai keharusan untuk menjalankan perjanjian internasional tentang hubungan diplomatik ini.

Para diplomat memperoleh hak istimewa dan kebebasan yang nantinya diharapkan dapat membuahkan hubungan yang baik antara kedua negara dimana konstitusi dan kondisi sosial masyarakat kedua negara tersebut berbeda. Berbagai hak istimewa dan kebebasan serta kemudahan yang diberikan kepada para diplomat tersebut adalah untuk melancarkan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan misi diplomatik sebagai utusan negara, bukan hanya sekedar untuk meraup kepentingan pribadinya semata.

Kongres Vienna tahun 1815 telah memutuskan bahwa representatif diplomatik dibagi kedalam tiga tingkatan. Namun pada Kongres Aix-lachapelle tahun 1818 ditambahkan satu tingkatan lagi. Berdasarkan tingkatan jabatan senioritas, diplomat tersebut dapat diurut sebagai berikut: Pertama, Ambassadors (Duta Besar), Papal Legates and Nuncios. – Mereka ini merupakan representatif kepala negara yang telah mengangkatnya dan kepadanya dianugerahi kehormatan khusus. Setelah tiba di negara tempat mereka ditugaskan, mereka ini akan menyerahkan Surat Kepercayaan yang diberikan kepada mereka tersebut kepada negara tempat mereka ditugaskan. Mereka memiliki hak istimewa untuk berkomunikasi langsung dengan kepala negara atau kepala pemerintahan setempat. Kepada mereka ini juga dianugerahi gelar “Excellency”. Adapun duta atau diplomat yang diutus oleh Holy See dikenal dengan sebutan Papal Legates atau Nuncios.

Kedua, Ministers Plenipotentiary and Envoys Extraordinary atau Duta Berkuasa Penuh dan Utusan Luar Biasa. – Mereka ini bukan merepresentasikan atau mewakili kepala negara. Mereka ini memperoleh kesempatan untuk melakukan pertemuan pribadi dengan kepala negara setempat pada saat mereka menyerahkan Surat Kepercayaan dari Negara yang mengutusnya begitu tiba di negara tempat mereka ditugaskan. Mereka menerima gelar “Excellency” hanya sebagai bentuk penghormatan saja. Ketiga, Ministers Resident. – Mereka ini juga diberi tugas sebagai duta negara. Dan posisinya berada dibawah Ministers Plenipotentiary and Envoys Extraordinary. Mereka tidak berhak menyandang gelar “Excellency” meskipun hanya sebagai bentuk penghormatan. Tingkatan yang ketiga ini ditambahkan pada tahun 1818.

Keempat, Charges d’Affaires. – Mereka ini tidak dilantik atau diangkat oleh kepala negara yang kemudian akan bertemu pula dengan kepala negara tempat ia ditugaskan. Mereka ini diangkat oleh Menteri Luar Negeri (Menlu), dan mendapat kesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Menlu setempat pada saat mereka menyerahkan Surat Kepercayaan dari Menlu yang mengangkatnya atau melantiknya pada saat mereka tiba di negara tempat mereka ditugaskan.

Sebagai duta negara, seorang diplomat dituntut untuk menjalankan fungsinya sebagai ujung lidah negara, ia memiliki hak untuk memberikan interpretasi mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh negaranya. Diplomat juga harus selalu menyampaikan informasi seputar perkembangan mutakhir yang terjadi di belahan dunia kepada negaranya asalnya. Diplomat berkewajiban untuk membangun dan menciptakan hubungan yang baik antara negaranya dengan negara tempat ia ditugaskan, menciptakan dan membangun imej positif negara sehingga negara tersebut berhak untuk dihormati oleh negara lain. Pada dasarnya, fungsi dan tugas diplomat itu ada empat: pertama, sebagai representatif; kedua, sebagai negosiator; ketiga, sebagai informan; keempat, melindungi negara atau menjaga nama baik negaranya sekaligus melindungi dan menjaga warga negaranya yang berada di luar negeri.

Hanya saja kenyataan yang sering saya lihat di lembaga perwakilan RI di negara tempat saya belajar saat ini, dan kemungkinan besar juga terjadi di seluruh lembaga perwakilan RI yang lain bahwa diplomat kita sangat jarang yang saya temukan mampu mengkounter pemberitaan miring mengenai Indonesia. Bahkan yang membuat saya tak habis berpikir adalah mengapa di lingkungan lembaga perwakilan RI ini, pembangunan tiada henti-hentinya. Tak jarang pula saya mendengar bahwa di lingkungan lembaga perwakilan RI itu juga sering terjadi pergantian perangkat atau peralatan yang sebenarnya belum perlu untuk diganti dan masih pantas untuk digunakan. Sudah jelas, dalam setiap pengeluaran dana yang dikeluarkan oleh lembaga perwakilan RI itu mark-up terjadi. Dan mark-up anggaranpun akan terjadi secara besar-besaran pula. Apakah pemandangan yang semacam ini sudah lazim terjadi di semua lembaga perwakilan RI kita tersebut?

Disisi lain, suatu kalimat yang sering terdengar di lingkungan mahasiswa dan mahasiswi kita adalah bahwa pekerjaan diplomat yang ada di lembaga perwakilan tersebut hanyalah menggunting kertas saja. Maksudnya adalah diplomat kita tidak pernah memperlihatkan interestnya untuk bersosialiasi ke lembaga-lembaga terkait di negara tempat ia ditugaskan sesuai dengan jabatannya di lembaga perwakilan itu. Sedangkan para stafnya hanya memilah-milah berita yang ada di koran-koran dan selanjutnya dijadikan sebagai bahan laporan ke Jakarta. Karena itu, pekerjaan diplomat yang kita ketahui hanyalah menggunting kertas semata.

Kita menginginkan seorang diplomat yang aktif dan kreatif. Sebagai contoh, seorang diplomat yang membidangi pendidikan hendaknya bisa membangun hubungan yang baik dan kerjasama pendidikan dengan setiap lembaga pendidikan yang ada di negara tempat ia ditugaskan itu. Atau, diplomat tersebut minimal bisa membangun hubungan yang baik dengan setiap lembaga pendidikan yang disitu terdapat mahasiswa dan mahasiswi Indonesia. Karena dengan demikian apapun persoalan yang dihadapi oleh para pelajar kita di lembaga pendidikan tersebut, tentunya persoalan itu akan cepat dapat diatasi. Begitu pula dengan diplomat yang membidangi bagian-bagian lainnya. Kiranya mereka mampu meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan antar negara yang mengutusnya dengan negara tempat ia ditugaskan, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi, dan lain sebagainya.

Kita semua sudah sama-sama memaklumi bahwa lembaga perwakilan RI itu merupakan cermin bagi negara dan masyarakat dimana lembaga perwakilan RI itu berada untuk melihat Indonesia secara dekat. Sebagai contoh, bila seseorang itu mau merasakan masakan Indonesia, maka datanglah ke restoran Indonesia atau ke kantin Indonesia. Atau bila seseorang itu ingin mendengarkan bahasa Indonesia, maka datanglah ke lembaga perwakilan RI. Begitu juga jika ingin melihat lingkungan Indonesia, maka kunjungilah lembaga perwakilan RI. Bersih atau tidaknya lingkungan Indonesia, bisa dilihat dari lingkungan lembaga perwakilan RI. Karena memang lembaga perwakilan RI merupakan cermin untuk melihat wajah Indonesia.

Keberadaan lembaga perwakilan RI itu sangat penting sekali. Oleh karena itu, seorang diplomat yang ditugaskan juga haruslah diplomat yang bertanggungjawab. Untuk mendapatkan diplomat yang bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya, maka Depertemen Luar Negeri (Deplu) harus melakukan penerimaan calon diplomat secara transparan. Penerimanan tersebut juga harus berdasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh calon diplomat tersebut.

Sudah bukan masanya lagi menerima seorang calon diplomat itu berdasarkan sepucuk “surat ajaib” atau selembar surat rekomendasi. Seseorang yang diterima disebuah instansi atau lembaga berdasarkan “surat ajaib” biasanya merasa kurang bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya. Hal ini bisa terjadi karena yang memberikan rekomendasi tentunya seorang pejabat yang juga berpengaruh di lingkungan instansi atau lembaga tersebut. Karena itu, di Deplu jangan sampai terjadi jabatan diplomat dijadikan sebagai warisan turun-temurun. Deplu juga harus bisa memilih dan menerima calon diplomat yang visioner. Selanjutnya Deplu bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan yang benar-benar menyentuh dengan keperluan dan kebutuhan diplomat.

Disisi lain Deplu juga dituntut tegas untuk menarik kembali diplomat yang tidak berkompeten dan tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional. Deplu harus memantau langsung kinerja para diplomat di lembaga perwakilan RI tersebut. Jadi, Deplu tidak hanya menunggu laporan saja. Tak kalah pentingnya, media massa juga memiliki peranan yang cukup besar dalam menciptakan lembaga perwakilan RI yang bersih dari tindakan korupsi serta menjadikan lembaga perwakilan yang benar-benar bisa menjadi jendela Indonesia serta ujung lidah negara. []

Zamhasari Jamil, Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) India; Pelajar Ilmu Politik di Aligarh Muslim University, India.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home