Saturday, April 02, 2005

Risalah Wisata: Berhaji Membuktikan KeagunganNya [2]

Oleh: Zamhasari Jamil

TEPAT pukul 23.00 waktu Arab Saudi, Madinatul Hujjaj ku tinggalkan. Malam yang dingin telah menemani perjalanan kami yang menumpagi taksi hingga ke perbatasan Jeddah-Mekkah. Selanjutnya kami meneruskan perjalanan dengan menggunakan mini bus menuju Mekkah al-Mukarromah di malam itu. Lebih kurang satu jam perjalanan, tibalah aku di depan Mesjidil Haram, Mekkah al-Mukarromah. Indah dan sejuknya Mesjidil Haram sungguh tak dapat ku lukiskan dan ku ungkapkan.

Sambil menuju pintu ‘Babussalam’, dari luar mesjid, mataku sesekali juga mengintip dan mencuri-curi pandang ke arah Ka’bah. Malam itu, aku seolah-olah berada di alam mimpi nyata yang sebelumnya tak pernah ku duga dan ku bayangkan bahwa aku akan bisa sampai kepadanya.

Setibanya di depan pintu ‘Babussalam’, akupun membaca do’a memasuki Mesjidil Haram. Bismillah, dengan mendahulukan kaki kanan, akupun masuk kedalam Mesjidil Haram. Dari dalam Mesjid, ku tatap Ka’bah sambil membaca do’a ketika memandang Ka’bah, kiblat seluruh umat Islam di dunia. Kemudian aku langsung menuju ke sudut yang sejajar dengan Hajarul Aswad untuk memulai thawaf, Bismillah, Allahu Akbar, thawaf ku mulai. Di malam Jum’at itu, adalah kali yang pertama bagiku untuk bertemu dengan Ka’bah, Baitullahil ‘Atiqi. Setelah selesai melaksanakan umroh di malam itu, kamipun kembali lagi ke Jeddah.

Jum’at pagi, setelah sarapan pagi di Madinatul Hujjaj, semua petugas haji baik yang berasal dari Indonesia, mahasiswa maupun mukimin, sama-sama mempersiapkan diri menuju Daker masing-masing. Sebelum berangkat menuju Daker tersebut, petugas haji dari unsur mahasiswa dan mukimin terlebih dahulu mengambil jacket dan rompi sebagai pakaian seragam petugas haji Indonesia. Selepas itu, semua petugaspun menaiki bus sesuai dengan arah dan tujuan bus yang sudah ditetapkan, yaitu ke Mekkah al-Mukarromah dan ke Madinah al-Munawwarah. Dan aku ditempatkan di Daker Madinah al-Munawwarah.

Pada pukul 10.00 pagi, aku dan Bahrum sebagai mahasiswa asal India bersama-sama dengan petugas haji asal Indonesia meninggalkan Madinatul Hujjaj, Jeddah menuju kota Madinah al-Munawwarah. Di tengah perjalanan, tanpa diduga sebelumnya, bus yang kami naiki mengalami kerusakan yang mengakibatkan bus tersebut tidak bisa meneruskan perjalanananya menuju kota Madinah al-Munawwarah. Didalam kebingungan di tengah-tengah padang sahara yang hanya dikeliligi oleh gunung-gunung dan tidak ada tetumbuhan sepohonpun, akhirnya tibalah mobil Coster dan mobil Ambulance milik Kedutaan Besar RI, kami pun menaikinya dan seterusnya kembali meneruskan perjalanan menuju Madinah al-Munawwarah. Mengenai barang bawaan kami seperti koper yang berisi dengan pakaian-pakaian kami diurus dan dibawa oleh petugs haji yang masih menetap di tempat bus yang rusak tadi.

Jum’at petang, aku dan rekan-rekan petugas haji tadi tiba di Daker Madinah al-Munawwarah. Setelah menunggu beberapa jam di kantor Daker Madinah al-Munawwarah dan kemudian mengambil koper yang sampainya di Daker Madinah al-Munawwarah belakangan, kemudian Bahrum menemaniku menuju wisma haji Indonesia, Ijabah, wisma tempat tinggalku selama bertugas sebagai pelayan haji Indonesia di wilayah Daker Madinah al-Munawwarah.

Selama perjalanan di dalam wilayah kota Madinah al-Munawwarah tadi, mataku asyik menyaksikan pemandangan di sekitar kota Madinah al-Munawwarah yang tertata dengan sangat rapi sekali. Di kiri-kanan jalan juga dihiasi dengan pepohonan yang sangat indah serta pohon-pohon kurma yang menghijau, tumbuh dengan suburnya.

Pada Jum’at malam itu juga diadakan pertemuan di Daker Madinah al-Munawwarah. Dan pada hari Sabtunya, barulah aku bisa melaksanakan sholat Ashar berjamaah di Mesjid Nabawi. Aku seakan-akan tak percaya begitu melihat Mesjid Nabawi yang begitu besar, luas dan sangat indah sekali. Memukau setiap mata umat Islam yang menyaksikannya.

Pada hari-hari pertamaku di Madinah al-Munawwarah, Mesjid Nabawi belumlah begitu penuh, sehingga aku masih memiliki kesempatan untuk mengucapkan salam di samping makam Rasulullah SAW sekaligus mengunjungi taman Raudhahnya. Ya Allah, nama RasulMu yang sebelumnya hanya pernah ku dengar dan ku ucapkan dengan lisanku, kini makam pemilik gelar Al-Amin tersebut telah berada di depan mataku, Subhanallah. Ya Allah, ku rindui untuk bersua dengan RasulMu di lain kesempatan dan di lain waktu.

Seluruh umat Islam dari berbagai negara saling berlomba untuk menziarahi makam Rasulullah SAW sekaligus mengunjungi taman Raudhahnya. Aku juga menggunakan waktuku untuk melaksanakan sholat sunnah dan berdo’a di taman Raudhahnya. Wahai Rasulullah, ku rindui jejak langkahmu.

Tanggal 19 Desember 2004 adalah hari pertama aku dan teman-teman di sektor V (Bandara Malik Abdul Aziz) Madinah menerima ketibaan jamaah haji Indonesia asal Sumatera Utara embarkasi Medan. Kepala BUH, Prof. Dr. Muslim Nasution dan Kepala Daerah Kerja Madinah, H. Hasbu Marzuki, Lc., M.Pd. berserta seluruh Waka. Daker dan sejumlah Tim Kesehatan Daker Madinah turut hadir di Bandara MAA, Madinah al-Munawwarah untuk mengucapkan selamat datang kepada jamaah asal Sumatera Utara tersebut.

Dibalik keletihan yang terlihat di wajah para jamaah juga tersimpan sejumlah keceriaan dimana pada detik itu mereka sudah benar-benar berada di Madinah al-Munawwarah. Beberapa jamaah juga ada yang langsung melaksanakan sujud syukur. Pemandangan yang semacam ini sering diperlihatkan oleh jamaah haji Indonesia begitu mereka tiba dan berada di dalam bandara Malik Abdul Aziz, Madinah al-Munawwarah itu.

Dinginnya malam yang diselingi dengan tiupan angin kencang dan panasnya siang tidaklah melunturkan semangat kami sebagai pelayan tamu Allah untuk menyambut ketibaan jamaah haji Indonesia. Karakter jamaah haji juga berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendidikan dan asal daerah mereka. Tidak jarang jamaah haji Indonesia ditemukan membawa barang-barang terlarang seperti benda-benda tajam dan azimat. Dan kita selaku pelayan haji yang ditugaskan di bandara tersebut selalu memberikan peringatan kepada jamaah agar sebelum mereka memasuki imigrasi supaya mengeluarkan benda-benda tajam dan melepaskan azimat yang mereka bawa. Meski demikian, tetap ada saja jamaah yang enggan untuk mendengarkan peringatan dari kita itu. [bersambung …]

Zamhasari Jamil, alumnus Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia, New Delhi, India.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home