Saturday, April 02, 2005

Risalah Wisata: Berhaji Membuktikan KeagunganNya [1]

Oleh: Zamhasari Jamil

AHAD malam atau lebih tepatnya Senin pagi, 13 Desember 2004, aku masih bingung, entah pakaian mana yang harus kubawa, namun sambil mengingat pesan ibu Niniek agar aku membawa semua pakaian yang memang dianggap perlu, maka di malam itu juga aku sibuk sendiri mengemas pakaianku dan kemudian ku masukkan kedalam koperku. Satu hal yang memang cukup menarik adalah tatkala aku mengemas pakaianku tersebut, bang "Pujangga Madura" membuat masakan yang mantap sekali. Setelah aku selesai mengemas pakaianku tersebut, kamipun makan, entah makan apa namanya di malam itu, tapi kami biasa menyebutnya dengan 'makan besar'.

Aku tak tidur lagi, setelah aku selesai melaksanakan sholat sunnah safar, handphoneku berdering, tepat pukul 05.00 pagi, ternyata taksi yang sudah dipesan sejak Ahad sore itu siap mengantarkan kami ke Indira Ghandi International Airport (IGIA), New Delhi. Sebelum taksi tersebut singgah di kediamanku, taksi tersebut terlebih dahulu meluncur ke kediaman Wisnu Setiawan dan Ramlan Efendi, karena memang mereka juga sama seperti aku, Temus (Tenaga Musim) atau lebih dikenal dengan Petugas Haji Indonesia. Sebelum bilik kediamanku tersebut ku tinggalkan, handphoneku berdering lagi, rupanya kak Nita turut menyampaikan ucapan selamat jalan kepadaku.

Dalam perjalanan menuju bandara IGI tersebut, kabut tebal masih menyelimuti New Delhi, jarak pandang hanya berkisar lebih kurang lima meter, lebih-lebih lagi setelah mendekat ke arena bandara IGI. Taksi yang kami tumpangi itu juga sempat bersenggolan dengan mobil lain. Imam Warmansyah dan bang Daud Zakaria yang turut mengantar kami ke bandara tak henti-hentinya membaca wirid dan hidzib-hidzibnya.

Tepat pukul 06.05 wnd (Waktu New Delhi) kamipun masuk ke bandara IGI. Rupanya peswat yang dijadwalkan akan terbang pada pukul 08.30 wnd tersebut didelay hingga pukul 11.30 wnd. Sambil mondar-mandir didalam bandara IGI, tenyata ada informasi yang menyatakan bahwa pesawat didelay lagi hingga batas waktu yang tidak pasti. Alhamdulillah, setelah menunggu dengan sabar dan juga dibumbui dengan sedikit perasaan gelisah, pukul 17.00 wnd, pesawat Boeing 747 Syrian Arab Airlines mendarat di bandara IGI New Delhi. Kini, tibalah giliran kami memasuki pesawat Syrian Arab Airlines dan selanjutnya terbang menuju ke Sharjah International Airport. Setelah setengah jam berada di Sharjah International Airport, pesawat yang kami tumpangi itu meneruskan perjalanannya menuju Syria. Dan pesawat Syrian Arab Airlines ini mendarat di Damascus International Airport tepat pada pukul 21.15 waktu Syria.

Di Syria, rupanya sedang musim dingin juga. Aku, Yusuf dan Bahrum juga sempat menikmati kopi pahit Turki terlebih dahulu di salah satu restoran yang ada didalam bandara itu. Sedangkan Mulyadi Ibrahim, Ramlan Efendi dan Wisnu Setiawan mengisi waktu transit di bandara itu untuk melihat berbagai jenis pakaian yang ada di supermarket yang ada di bandara Syria tersebut. Yang tak kalah pentingnya, Muchlis Zamzami dan Asnadi Hasan memilih untuk tidur mengingat waktu transit di Syria ini cukup lama. Bagiku, menikmati kopi pahit Turki di Syria ini memang sesuatu yang tak mungkin untuk dilewatkan.

Barulah pada pukul 06.30 waktu Syria, kami meneruskan perjalanan kami menuju International King Abdul Aziz Airport, Jeddah. Dalam perjalanan itu, dari dalam pesawat, ku saksikan gunung-gunung dan bukit-bukit di bumi Syria yang penuh diselimuti oleh salju yang berwarna putih, bersih dan mengkilap, apalagi terkena sinar matahari, Subhanallah, indah nian ciptaanMu.

Dua jam kemudian, pesawat Syrian Arab Airlines 727 itupun akhirnya mendarat di International King Abdul Aziz Airport, Jeddah, tepatnya pukul 11.30 was (Waktu Arab Saudi). Kami juga sempat menunggu hingga lebih kurang lima jam di dalam bandara ini karena petugas imigrasi di International King Abdul Aziz Airport, Jeddah merasa aneh melihat jenis visa kami, Bi'tsah al-hujjah Indonesi yang dikeluarkan oleh Kedutaan Arab Saudi di New Delhi.

Akhirnya, pada pukul 16.00 was kami berhasil juga keluar dari dalam bandara. Dan salah seorang petugas haji dari Bidang Urusan haji (BUH) Jeddah datang ke bandara untuk menjemput kami semua. Setelah itu kami dibawa ke tempat persinggahan sementara untuk pindah mobil, dan kemudian dari situ barulah kami diantar ke kantor BUH Jeddah. Di kantor BUH ini, kamipun mengisi formulir kedatangan dan paspor kita juga ditinggal disana. Kita hanya memegang foto kopi paspor saja yang sudah distempel oleh BUH. Di kantor BUH ini juga, kita makan sore terlebih dahulu dan setelah itu barulah kita menerima dua stel pakaian atau uniform Temus. Dan dari kantor BUH ini, kemudian kita diantar melanjutkan perjalanan ke Madinatul Hujjaj, Jeddah. Di Madinatul Hujjaj ini, aku dan rekan-rekan sesama asal India mengambil kamar di lantai II, kamar no. 204. Setelah makan malam, barulah aku mandi dan kemudian istirahat malam. Good nite baby.

Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2004, setelah sarapan pagi di Madinatul Hujjaj, tepat pada pukul 08.30 acara pembukaan pelatihan Temus pun dibuka oleh KUAI Jeddah, kemudian diteruskan dengan acara briefing Temus. Pada saat itu, Bapak Prof. Muslim Nasution, Kepala Bidang Urusan Haji (BUH) menyampaikan bahwa Temus haji dari unsur Mahasiswa tahun 1425 H ini terdiri dari 16 negara dengan jumlah Temus sebanyak 194 orang ditambah dengan Temus mukimin sebanyak 286 orang. Adapun jumlah keseluruhan Petugas Haji Indonesia tahun 1425 H sebanyak 3.228 orang. Termasuk diantaranya Panita Pelaksana Ibadah Haji (PPIH), petugas kloter dan non-kloter serta petugas haji baik dari unsur mahasiswa maupun mukimin Arab Saudi.

Kemudian pada hari Kamis pagi tanggal 16 Desember 2004, kami sudah berkumpul sesuai dengan pembagian Daerah Kerja (Daker) masing-masing. Dan malamnya, diadakan penutupan pelatihan Temus. Aku tidak bisa mengikuti acara tersebut, karena saat itu, aku harus pergi ke Baladiyyah untuk membeli pakaian ihram bersama Wisnu Setiawan dan Sori Monang.

Di malam Jum'at itu pula, aku bersama Sori Monang berangkat ke Mekkah al-Mukarromah untuk melaksanakan umrah atau thawaf qudum. Sebelum berangkat, terlebih dahulu aku mandi sunnah ihram, kemudian akupun mengenakan pakaian ihramku. Akupun masih menggunakan waktu sebelum berangkat menuju Mekkah al-Mukkaromah tersebut untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan umrah. Perasaan haru dan cemas berbaur menjadi satu. [bersambung …]

Zamhasari Jamil, alumnus Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia, New Delhi, India.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home