Tuesday, April 05, 2005

Orang Berilmu Belajar Tiadalah Jemu

Oleh: Zamhasari Jamil

DI KOLOM opini harian The Hindu, salah satu harian nasional terkemuka di India, Alexander Downer, Menteri Luar Negeri Australia melalui tulisannya “The threat of transnasional terrorism” (Kamis, 29 Juli 2004) mengatakan bahwa Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri Indonesia dan dirinya (baca: Alexander Downer) telah bersepakat untuk membentuk “Inter-faith dialogue” yang juga akan melibatkan tokoh-tokoh agama dari kedua negara tersebut.

Sebagai pribadi yang berkebangsaan Indonesia, saya menyetujui usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua negara –Indonesia dan Australia– untuk membasmi segala macam bentuk terorisme dari permukaan bumi ini. Tapi di lain sisi, saya yang juga sebagai seorang Muslim tidak sepakat bila tindakan terorisme tersebut hanya dilabeli kepada umat Islam semata. Sebab, bila kita mau menilik secara cermat tentang ideologi semua agama yang ada, tak satupun agama di dunia ini yang mengajarkan untuk berbuat sesuatu yang sifatnya merusak seperti tindakan terorisme itu.

Fenomena yang muncul ke permukaan saat ini selalu beranggapan bahwa semua bentuk terorisme tersebut dilakukan hanyalah oleh kelompok Islam semata, sehingga akhirnya muncullah apa yang disebut sebagai kelompok Islam ekstrim, kelompok Islam mainstream dan atau kelompok Islam fundamentalis.

Pelabelan bahwa Islam identik dengan kekerasan atau terorisme juga berimbas terhadap mahasiswa atau calon mahasiswa Indonesia yang hendak belajar ke luar negeri. Padahal belajar ke luar negeri boleh dikata merupakan impian yang tak tertulis setiap pelajar atau mahasiswa yang memang ingin memperdalam dan mempertajam kemampuannya terhadap bidang ilmu yang digeluti oleh masing-masing pelajar atau mahasiswa tersebut.

Masing-masing universitas di setiap negara menawarkan sistem pendidikan yang berbeda serta jurusan-jurusan tertentu yang menjadi andalannya. Universitas-universitas di Amerika dan Eropa mengandalkan disiplin ilmu eksakta dan ilmu sosial misalnya, sedangkan universitas-universitas di China atau Jepang lebih mengutamakan jurusan atau disiplin ilmu yang berkaitan dengan Teknologi. Untuk mempelajari ilmu agama Islam atau studi keislaman, banyak yang menjadikan universitas-universitas di negara Timur Tengah sebagai sumbernya.

Begitu pula dengan Pakistan, suatu negara yang telah menyebut dirinya sebagai “Islamic Country”. Artinya, jika kita cermati kata Islamic country tersebut, maka jelaslah bahwa Pakistan adalah negara Islam yang menerapkan hukum atau syari’at Islam sebagai landasan negaranya. Ini berbeda dengan Indonesia, karena Indonesia bukanlah Islamic country, tetapi Indonesia itu hanya Muslim country. Disini Indonesia tidak menjadikan hukum atau syariat Islam sebagai landasan negaranya, melainkan di Indonesia itu hanya mayoritas penduduknya yang beragama Islam.

Pakistan boleh dikatakan sebagai “Mesir”nya Asia. Sebab kebanyakan dari anak-anak negeri ini datang ke Pakistan hanya untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama Islam. Karena jika dilihat dari sejarahnya, Pakistan banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama, tokoh-tokoh intelektual yang ketokohannya bukan saja diakui oleh negaranya sendiri, tapi juga diakui oleh negara-negara lain. Dan hasil cipta karya baik berupa buku-buku maupun tulisan mereka pun sudah banyak yang dapat kita nikmati terjemahan-terjemahannya didalam bahasa Indonesia. Hanya saja yang penting kita ingat, bahwa setiap negara itu juga memiliki undang-undang atau peraturan-peraturan yang bukan saja harus dipatuhi oleh warganya, akan tetapi juga harus dipatuhi oleh warga negara asing yang berada di dalam wilayah negara itu.

Untuk memasuki suatu negara, kita harus memiliki visa resmi dan masih berlaku sesuai dengan tujuan kita datang ke negara tersebut. Jika kita ingin tour ke suatu negara, maka tentunya kita harus mendapatkan visa turis dari perwakilan negara yang akan kita kunjugi itu di negara kita (Jakarta) atau Konsulat Jenderalnya. Begitu pula kalau kedatangan kita untuk belajar, maka seyogyanya kita memperoleh visa pelajar pula.

Begitu pula dengan India yang saat ini terkenal dengan informasi dan tekonloginya. Barangkali sebahagian diantara kita masyarakat Indonesia hanya mengenal India sebagai negara yang penuh dengan tarian, nyanyian dan tangisan. Jika mengenal India hanya sebatas “luar”nya saja, maka hal itu tidaklah cukup. Sebab anggapan seperti ini muncul karena memang setiap tayangan film-film India yang selalu menghiasi TV kita selalu memperlihatkan film-film India yang tidak pernah terlepas dari cerita cinta. Dan nyanyian, tarian serta tangisan sudah merupakan sesuatu yang tak bisa terpisahkan dari setiap film-film India tersebut. Patut untuk kita kagumi pula bahwa India adalah salah satu negara terbesar dalam memproduksi film, dan hampir semua film tersebut selalu memperlihatkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh India.

Satu hal yang mungkin telah luput dari pengetahuan kita bahwa India adalah negara yang cukup maju dalam bidang pendidikan, dan masalah mutu pendidikan ini sudah mampu untuk bersaing dengan mutu pendidikan di negara Amerika dan Eropa. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya alumni-alumni Perguruan Tinggi di India yang direkrut untuk menjadi tenaga pengajar atau tenaga ahli di luar negeri, baik ke Amerika maupun Eropa. Lebih-lebih lagi dalam bidang Information and Technology (IT), karena saat ini India memang cukup terkenal dalam bidang ini.

Berbicara mengenai pendidikan di India, saya ingin mengatakan bahwa sistem pendidikan yang ditawarkan oleh India adalah benar-benar berbeda dengan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Lebih menariknya lagi bahwa setiap universitas memiliki otonomi dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berlaku di masing-masing universitasnya. Sehingga dalam masalah ujian misalnya, ada yang menggunakan sistem semester, dan ada pula yang menggunakan sistem tahunan. Adapun lama masa studi untuk S1 selama 3 tahun, S2 selama 2 tahun dan S3 maksimal selama 5 tahun. Untuk meraih gelar S1, mahasiswa tidak dibebani dengan penulisan skripsi, sedangkan untuk meraih gelar S2, itu tergantung dari ketentuan yang berlaku di universitas yang bersangkutan, adapun untuk meraih gelar S3, penulisan thesis memang sudah merupakan suatu kewajiban.

Bagaimana dengan nasib pendidikan di Indonesia? Mengkaji masalah pendidikan di Indonesia memang merupakan suatu hal yang menarik sekali, mengingat dari dulu sampai sekarang masalah pendidikan di Indonesia ini selalu saja menjadi perbincangan yang tak ada ujungnya. Bagaimana tidak, ketika negara-negara berkembang lainnya, diantaranya India, sudah memetik hasil dari pendidikan yang berlaku di negaranya, kita bangsa Indonesia masih saja memikirkan tentang sistem dan metode yang dianggap paling efektik bagi anak didik Indonesia. Fenomena yang masih sering terjadi di negeri kita ini adalah tidak adanya ketentuan baku tentang sistem pendidikan itu sendiri, sehingga tidak mengherankan ketika adanya pergantian tampuk kepemimpinan dalam urusan pendidikan ini, maka sistem pendidikan pun sudah bisa dipastikan berubah pula.

Berapa banyak sudah berita-berita yang kita dengar atau kita baca baik melalui media elektronika maupun media cetak tentang nasib anak-anak negeri ini yang putus sekolah bahkan ada yang sampai nekad bunuh diri akibat dari “ada-ada saja” uang yang selalu dipungut dari sekolah yang bersangkutan. Kita tidak bisa menyalahkan sekolah begitu saja, karena di satu sisi pihak sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi para lulusannya, akan tetapi di pihak lain, sekolah tersebut juga tidak mendapatkan bantuan yang selayaknya dari pemerintah. Maka segala bentuk pembiayaan yang berkaitan dengan pendidikan tersebut selalu dilimpahkan kepada siswa. Sehingga bagi siswa yang kurang mampu akan terjadi bentrokan mental, ia diharapkan untuk membayar iuran tambahan tadi sekian rupiah, tapi di sisi lain ia juga dituntut untuk mendapatkan uang tersebut. Maka bagi siswa yang merasa putus asa, ia tidak akan segan-segan untuk memilih putus sekolah atau bahkan sampai membunuh dirinya sendiri.

Apapun ceritanya, saya tetap bangga dengan berbagai macam prestasi anak negeri ini, baik di panggung nasional maupun di panggung internasional. Memang, Untuk mempersiapkan generasi yang baik tidak akan cukup dan sempurna bila tidak diikuti dengan membekalinya dengan pendidikan yang baik pula. Raja Ali Haji di dalam “Gurindam Dua Belas”, pasal ke-5 menyebutkan bahwa “Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah kepada kelakuan dia. Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu.” Manakla kita mau mambaca dan memikirkan makna yang terselubung dibalik ayat tersebut, disana kita akan menemui jalan terbentang luas yang akan memenuhi kebutuhan kita dalam mencari format pendidikan yang benar. ***

Zamhasari Jamil, Mahasiswa pada Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia University, New Delhi, India.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home