Saturday, December 11, 2004

Dari Ta'aruf Menuju Toleransi Umat Beragama

Oleh: Zamhasari Jamil

SEBAGAIMANA yang termaktub didalam al-Qur'an al-Karim, bahwa Allah SWT berfirman: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan (bapak dan ibu), dan menjadikan kamu beragam suku dan bangsa supaya kamu saling berkenalan. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah SWT adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha sangat mengetahui. (QS. Al-Hujurat: 13).

Boleh dikata, walaupun semua agama tersebut memiliki nilai-nilai filsafat yang tinggi, etika moral, misi mistik yang brilian dan wahyu-wahyu yang keistimewaan dan kelebihannya tak akan pernah tertandingi oleh akal sempurna manusia, tapi pada kenyataannya kita tak akan pernah lupa bahwa sejarah agama-agama tersebut senantiasa "dinodai" dengan banyak pengorbanan darah dan nyawa. Dengan mengatasnamakan agama pulalah peperangan, eksploitasi kekerasan dan kekejaman, penindasan, perampasan hak azasi manusia dan sebagainya tersebut dilakukan. Agama sering didominasi oleh institusi-institusi yang menamakan dirinya sebagai seorang kiyai, pendeta dan sejenisnya. Di dalam setiap kuil Hindu, misalnya, yang didewakan itu biasanya selalu dilengkapi dan dilingkari dengan karangan bunga.

Setiap agama cenderung memamerkan keagungannya dan itulah sebabnya agama tersebut selalu memandang remeh terhadap agama lain. Penganut agama tersebut dengan angkuhnya percaya dan sangat yakin bahwa hanya agama merekalah yang paling benar. Agama yang paling benar dan yang sebenar-benarnya agama. Sikap yang semacam ini hanyalah akan menuntun penganutnya kepada sikap arogansi, angkuh dan bahkan tak jarang berakhir dengan perseteruan. Sikap yang semacam ini hanyalah akan menghambat perkembangan agama itu sendiri dan membuat orang lain senantiasa mengadakan penyelidikan terhadap kebenaran agama yang telah diklaim itu tadi.

Kitab suci agama-agama sangatlah penting dan kitab suci dalam semua agama itu merupakan sesuatu yang sangat sakral. Sebab setiap kitab suci tersebut adalah warisan untuk umat manusia. Kitab suci tersebut juga merupakan wahyu Tuhan yang diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dibacakan turun-temurun melalui lisan kemudian ditulis dan bahkan selanjutnya diterjemahkan ke dalam beraneka ragam bahasa yang pada akhirnya bisa dipahami dan dimengerti oleh seluruh lapisan umat. Namun, perlu pula dicatat bahwa kebenaran yang sebenarnya itu tidak akan pernah sempurna untuk diekspresikan hanya dengan sebatas kata-kata saja. Persentase yang cukup signifikan menunjukkan bahwa para penganut agama dari berbagai agama dan keyakinan cenderung memperlihatkan bahwa hanya Tuhan merekalah yang sebenar-benarnya Tuhan, hanya agama merekalah yang sebenar-benarnya agama.

Kita hidup dalam dunia yang pluralistik dan inter-dependen. Hal ini pernah disinggung oleh Camus dalam ungkapannnya, "We are condemned to live together - Kita dihukum dengan harus hidup bersama". Meski dalam setiap agama itu terdapat beberapa aliran, tapi tak jarang juga mereka saling berselisih satu sama lainnya yang tak tahu kapan berakhirnya. Setiap kita dituntut untuk memahami dengan benar ajaran agama yang kita anut. Dan ini merupakan tantangan yang sangat besar. Setiap kita dituntut memiliki keberanian dan keteguhan hati untuk melihat mana yang hak dan mana yang bathil, mana hal-hal yang penting dan membawa manfaat serta mana yang tidak penting dan sia-sia belaka.

Semua kita boleh dikata beragama sesuai dengan agama asal orang tua kita. Itulah sebabnya bisa dipastikan tidak semua orang yang beragama itu memahami agamanya secara tepat. Seseorang bisa saja disebut sebagai Muslim atau Hindu, tapi belum tentu ia mengenal ajaran agamanya secara sempurna. Agama seringkali terjebak kedalam ritual-ritual yang memberatkan dan tak membawa arti atau sia-sia semata. Agama sering pula menjadi sumber penghalang terhadap perkembangan dan kebebasan manusia itu sendiri.

Kita jangan sampai pernah lupa bahwa pada kenyataannya dunia ini semakin singkat dan semakin singkat saja. Suatu saat ia akan menjadi bak suatu kampung kecil. Dengan demikian, dunia yang didalamnya terdapat multi-agama serta pluralisme agama akan lebih terasa lagi dari apa yang kita rasakan pada saat ini. Mau tidak mau kita harus menghadapi kenyataan yang semacam ini dan kita juga dituntut untuk mempersiapkan diri kita supaya lebih arif lagi dalam menghadapi masyarakat yang tidak seagama dan seideologi dengan kita. Kita sebagai umat manusia yang berasal dari beraneka agama dan aliran kepercayaan harus bergandengan tangan dalam menuntaskan problema yang sedang didahapi oleh saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan kita. Agama memiliki dua dimensi, yaitu pertumbuhan spritual dari dalam dan bentuk aksi sosial, satu sama lainnya saling memiliki keterkaitan dan ketergantungan.

Perkembangan ilmu pengetahuan modern dan teknologi yang menggemparkan dunia ini sebenarnya telah dimulai sejak abad XVI. Saat ini dunia sudah dapat diakses melalui kecanggihan teknologi itu tadi. Ilmu pengetahuan nampaknya telah memperkuat pencerahan terhadap agama itu sendiri. Agama harus mampu menjadi bagian dalam mencari solusi dan bukan menjadi bagian yang dapat menimbulkan permasalahan. Dukungan dalam rangka meningkatkan semangat beragama tersebut saat ini semakin terasa. Masyarakat secara spontan akan menjadikan agama sebagai alat untuk mencari jawaban dari setiap persoalan. Adapun yang perlu diperhatikan saat ini adalah agar setiap pemeluk agama tersebut mau mendalami dan memahami ajaran agama yang dianutnya secara lebih baik lagi sehingga mampu membangun kemesraan dan hubungan yang lebih arif dan bijaksana menuju kebersamaan dalam keberanekaragaman. Saling bekerja sama dam bahu-membahu dalam menjamin kebebasan, akan tetapi saling mengingatkan sehingga tak sampai kepada kebablasan.

India merupakan salah satu negara yang banyak "melahirkan" agama-agama. Menurut Biro Informasi Sensus India, 81.3% dari jumlah populasi India adalah Hindu, sedangkan Islam 12%, Kristen 2.3%, Sikh 1.9%, lain-lain (termasuk Budha, Jain, and Parsi) 2.5%. Adapun etnik India terdiri dari Indo-Aryan 72%, Dravidian 25%, Mongoloid dan lain-lain 3% (2000). Republik India berbatasan dengan Cina di bagian Timur Laut. Tetangga lainnya adalah Pakistan di bagian Barat, Nepal dan Bhutan di bagian Utara, serta Burma dan Bangladesh di bagian Timur.

Bagaimana keberadaan agama Islam di India? Sejarah telah mencatat bahwa kebudayaan Islam yang dibawa oleh orang-orang Arab ke India memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam di India. Dan pengaruh dari kebudaayaan Islam ini tercermin dalam segala aspek kehidupan masyarakat Muslim India semenjak awal kedatangan Islam di negeri sub kontinen itu. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Islam yang semakin hari semakin meningkat seiring dengan perputaran waktu dari masa ke masa. Di India, kita akan melihat masyarakat Muslim yang benar-benar menikmati kehidupan yang sangat sementara ini dengan penuh gairah dan semangat yang tinggi. Salah-satu faktor yang ikut memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan Islam di India adalah adanya kesadaran kolektif masyarakat Muslim untuk meningkatkan citra positif kehidupan masyarakat Muslim itu sendiri dalam segala bidang. Bahkan para pemikir ulung di India ini juga sudah melihat adanya perkembangan yang begitu cepat dalam agama Islam tersebut. Hal itu dapat dilihat dari adanya perkembangan baik dari segi budaya, kehidupan sosial bermasyarakat, ekonomi dan politik.

Selain itu dalam Islam juga tidak mengenal adanya sesembahan khusus dengan prediket yang paling tinggi, seperti Dewa Brahma dalam agama Hindu (Albaas el-Islami Magazine, Vol. 48 No. 8 Juli 2003). Islam hanya mengenal satu Tuhan saja yaitu Allah SWT, maka Muslim apapun dia, dari golongan Islam mana saja, dan dari kelas, gelar atau jabatan apapun yang disandangnya, tetap menyembah Tuhan yang sama yaitu Allah SWT. Karena itu masyarakat Muslim India menganggap bahwa semua umat yang beragama Islam adalah bersaudara. Yang patut kita ketahui juga bahwa orang-orang non-Muslim di India juga memiliki sikap toleransi yang cukup tinggi, dan sikap toleransi ini juga hanya dimiliki oleh mereka yang memang telah mengetahui Islam itu secara benar. Melalui sikap toleransi ini pula, maka perselisihan antar suku, golongan atau agama dapat dihindari, terlebih lagi menghindari prasangka buruk yang ada dibenak orang-orang yang non- Muslim, khususnya bagi mereka yang beragama Hindu.

Islam menyebar di India sejak dibawa oleh Muhammad bin Qasim as-Tsaqfi dibagian Selatan India pada tahun 92 H. (711 M.). Dan penyebaran Islam semakin meluas dibawah kesultanan Mahmud al-Ghaznawi. Penyebaran Islam semakin berkembang dengan pesat karena didukung oleh sifat keberanian sultan-sultan Delhi, dan diantara sultan tersebut adalah Sultan Fairuz Shah (752-790 H/351-1388 M). Diantara faktor lain yang juga sangat mempengaruhi perkembangan Islam di India adalah setelah Shah Rukh as-Shairazi mengadakan penyebaran Islam di wilayah Kalikut (tahun 1441 M). Dan yang lebih istimewanya lagi, pada masa Sultan Shah Rukh as-Shairazi ini penduduknya terkenal dengan ketaqwaaannya, sikap wara' dan senang untuk berbuat kebaikan. Inilah yang membuat orang-orang semakin banyak yang mendapat hidayah untuk menerima Islam. Faktor lain juga yang sangat mendukung perkembangan Islam di India adalah bahwa umat Islam India tidak mengenal adanya kasta-kasta pemisah, sebagaimana yang terjadi dalam agama mayoritas di India yaitu agama Hindu. Meskipun didalam masyarakat Muslim India kita menjumpai masyarakat yang bergelar Sayyid, Khan, Faruqi, Ansari dll., akan tetapi gelar-gelar tersebut tidaklah menyebabkan renggangnya hubungan mereka sesama Muslim. Dan di India ini juga, hubungan antara Muslim Sunni dan Muslim Syiah boleh dikata cukup harmonis.

Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Saat ini 88% dari jumlah penduduk Indonesia adalah Muslim, sedangkan Protestan 5%, Katholik 3%, Hindu 2%, Budha 1%, lain-lain 1%. Disini penulis ingin menegaskan bahwa pada dasarnya nilai-nila etika dan moral yang diadopsi oleh umat Islam, umat Kristiani, Hindu dan Budha adalah sama, yaitu sama-sama menolak segala bentuk kekerasan dan secara bersamaan pula juga tidak menerima sikap dan perlakuan yang sangat kasar dan tidak adil. Karena itu, pesan Allah SWT yang menyuruh kita untuk saling berkenalan (Ta'aruf) tersebut harus mendapatkan tempat dan ruang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan budaya Ta'aruf yang kaya dengan nilai-nilai spritual tersebut merupakan fondasi utama dalam menciptakan suasana yang saling menghormati dan menghargai antar sesama umat manusia ciptaan-Nya. Sebaliknya, sikap saling mencurigai dan saling mematai yang sudah jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama tadi sudah saatnya untuk dibungkus rapat-rapat, sehingga tidak ada lagi celah yang dapat meruntuhkan nilai-nilai kemuliaan ajaran agama yang telah tertata rapi dan dibina dengan baik tadi.

Untuk dapat merealisasikan pesan Ta'aruf ini secara langsung, penulis mencoba menawarkan ide agar kita generasi muda membentuk suatu forum yang mengorganisir pertemuan remaja antar agama dalam rangka meluruskan imej-imej streotipikal negatif terhadap suatu agama di luar agama yang kita anut, dan dari sini diharapkan pula akan dapat melahirkan imej-imej positif secara objektif mengenai agama-agama di Indonesia khususnya dan di dunia umumnya. Kiranya pula di forum yang semacam ini generasi muda yang selama ini kurang mendapatkan informasi mengenai ketinggian nilai-nilai moral atau etika dan spritual yang diajarkan dalam setiap agama bisa memperoleh pengarahan dan penjelasan secara baik, benar dan tepat. Salah-satu fondasi masyarakat Islam adalah saling menghargai dan memiliki sikap keterbukaan. Islam mengakui bahwa perbedaan bahasa, budaya, suku bangsa dan perbedaan agama didalam masyarakat adalah sebagai tanda kekuasaan Allah SWT. Elemen-elemen budaya dan tradisi Islam dibentuk dan dikembangkan berdasarkan keharmonisan agama. Artinya pemisahan antara agama Islam dengan budaya Islam hanyalah akan meruntuhkan identitas budaya dan sekaligus mencabut akar-akar spritual ajaran agama Islam itu sendiri.

Bersikap jujur adalah merupakan modal dasar dalam setiap agama dan aliran kepercayaan. Baik atau buruknya hubungan antar sesama manusia dan bangsa hanya dapat dibangun diatas sikap Ta'aruf atau saling mengenal dan bukan melalui sikap Tajassus atau saling curiga. Sikap Ta'aruf ini akan mengarahkan kita kepada sikap saling pengertian, saling bekerja sama dan saling menghargai (mutual understanding, cooperation and respect). Namun praktek Tajassus hanyalah akan menjerumuskan kita ke jurang kebencian, permusuhan dan saling mencari kesalahan (to animosity and mutual attempts of elimination). Menariknya, Islam sendiri menekankan sikap yang pertama tadi. Karena disinilah letak dasar Ta'aruf tersebut. Penulis berharap, hendaknya Ta'aruf ini dapat menjadi kunci utama dalam merapatkan barisan masyarakat yang selama ini berjarak lebih-lebih lagi karena sentimen agama sekaligus sebagai kunci dalam membuka kran pembangunan manusia seutuhnya, membantu menegakkan hak azasi manusiam (HAM) dan menjaga kestabilan dan perdamaian dunia secara universal.

Penulis adalah mahasiswa asal Riau pada Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia - A Central University, New Delhi, India.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home