Thursday, June 03, 2004

Merangkul Teroris Dalam Kesabaran

Oleh: Zamhasari Jamil

Beberapa hari yang lalu, AS telah memperingati suatu peristiwa yang tak terlupakan yaitu "tumbangnya" Twin Tower atau yang lebih dikenal dengan peristiwa 9/11, sungguh hari itu adalah hari yang bersejarah bagi Amerika Serikat, karena peristiwa yang telah menjatuhkan marwah dan martabat serta sangat memalukan itu pasti akan tercatat di dalam "diary hitam" perjalanan sejarah demokrasi di Amerika Serikat. Dan dalam rangka memperingati 2 (dua) tahun peristiwa tersebut, AS telah memperingati "hari duka"nya itu dengan mengadakan upacara yang dipimpin langsung oleh presiden George W Bush di tanah bunda pertiwinya Amerika.

Hanya saja, yang sangat kita sayangkan dari peristiwa tersebut adalah adanya ketidak seimbangan kebijakan yang dimunculkan oleh AS terhadap pandangan masyarakat dunia, sehingga sebagai akibat dari serangan tersebut, rupanya AS pada akhirnya mengklaim dengan menjadikan kelompok Islam radikal sebagai "singa utama" yang sesegera mungkin harus dilenyapkan dari permukaan bumi bagi menjamin keselamatan dunia internansional di awal abad Millenium ini. Dan suasana keberagamaan di Indonesia pun yang jumlah penduduknya mencapai 216 juta jiwa dimana mayoritas penduduknya beragama Islam menjadi suram, karena Islam Indonesia diyakini oleh lawan-lawannya juga termasuk dalam deretan daftar sarang teroris untuk kawasan Asia Tenggara.

Asumsi bahwa Indonesia diyakini oleh pemerintah Indonesia itu sendiri sebagai tempat bercokolnya para teroris diperkuat setelah peristiwa peledakan bom Bali yang menghiasi perjalanan akhir tahun 2002 di Indonesia dan kemudian terjadinya pengeboman di JW Marriott Hotel pada tanggal 5 Agustus 2003 dimana pengeboman tersebut juga merupakan "hiasan" bagi republik ini dalam rangka menyambut HUT RI Ke-58. Dan pemerintah Indonesaia dalam hal ini memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mengembalikan citra baik Indonesia di mata internasional bahwa Indonesia itu bebas dari segala macam bentuk tindakan terorisme. Dan sudah barang tentu pula bahwa setiap Duta dan Diplomat di setiap perwakilan Indonesia di Luar Negeri dalam hal ini Kedutaan Besar Republik Indonesaia (KBRI) juga memiliki tugas yang sama dalam mengembalikan citra baik Indonesia di mata negara mana ia ditempatkan dan ditugaskan.

Al-Qur'an jangan dipermainkan

Suatu sikap yang aneh lagi yang ditunjukkan oleh orang Barat adalah bahwa akhir-akhir ini pun sudah ada diantara para penulis Barat yang mulai "berani" menyelewengkan makna-makna yang yang terkandung didalam ayat suci Al-Qur'an tersebut secara terangan-terangan. Mereka mengatakan bahwa anjuran untuk memerangi orang yang non-Muslim itu sudah ada didalam Al-Qur'an, sehingga sebenarnya tidaklah mengherankan jika banyak diantara masyarakat Muslim tersebut yang memiliki perasaan benci terhadap orang Barat, khusunya AS. Sebagai contoh, mereka misalnya mengambil salah satu dari ayat Al-Qur'an dimana Allah SWTberfirman: "Janganlah kamu ikuti orang-orang yang kafir dan berjuanglah terhadap mereka dengan perjuangan yang besar". (QS. Al-Furqan: 52).

Nah, disini penulis berpendapat bahwa ayat ini hanyalah ditujukan untuk orang-orang yang telah memerangi umat Islam. Kita lihat sekarang, munculnya rasa benci terhadap Barat, khususnya AS, itu hanya tidak lain dan tidak bukan dikarenakan oleh ketidakadilan kebijaksanaan luar negeri AS itu sendiri terhadap umat Islam di dunia. Seperti di Bosnia, Chehnya, Palestina, termasuk Khasmir yang sampai hari ini masih dalam posisi tarik-ulur antara India dan Pakistan. Dan sikap inilah yang telah menyulut dan membakar semangat umat Islam lainnya sehingga terjadilah hal-hal yang sebenarnya sangat tidak kita inginkan. Dan sebutan terhadap sikap perlawanan balik tersebut kini telah populer dengan sebutan terorisme. Walaupun sebenarnya tindakan tersebut tidak hanya bisa terjadi bagi umat yang mengatasnamakan dirinya beragama Islam. Akan tetapi tindakan tersebut bisa saja terjadi dan dilakukan oleh orang-orang yang bukan beragama Islam. Karena memang, rasa ingin "membalas kembali" terhadap ketidakadilan itu sudah merupakan sifat alami yang dimiliki oleh semua manusia. Dengan demikian tidak salah jika Allah swt menurunkan firman-Nya yang berbunyi: "Perangilah olehmu pada jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu melampui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas". (QS. Al-Baqarah: 190)

Tumbuhnya pergerakan-pergerakan yang tak ubahnya bagaikan jamur di musim hujan dari kalangan umat Islam yang selalu menyuarakan anti-Barat, itu tidak lain dan tidak bukan karena ketidakadilan sudah tidak bisa lagi ditegakkan di seantaro dunia yang terbentang luas ini. Ketidakadilan itu sendiri terlihat dari sikap arogansi AS ketika AS dengan keperkasaannya selalu meneriakkan perang terhadap teroris dimana semua bentuk perang yang digembar-gemborkan itu selalu mengarah kepada umat Islam, disisi lain, manakala Islam meneriakkan "perang" melawan ketidakadilan itu sendiri, maka umat Islam tersebut dicap telah berbuat teror. Adalah wajar jika kita sering mendengar suara-suara lantang yang selalu meneriakkan Jihad. Semangat jihad ini akan terus terbakar seiringan dengan firman Allah SWT yang berbunyi: "Dan bunuhlah mereka, dimana kamu peroleh dan usirlah mereka itu sebagaimana mereka mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih berbahaya dari pada pembunuhan". (QS. Al-Baqarah: 191)

Sehari sebelum peristiwa 9/11 diperingati, penulis sempat menjumpai DR. Farida Khanam Khan, dosen penulis pada Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia ini guna mendiskusikan tentang kondisi dan posisi agama Islam saat ini khususnya Islam pasca 9/11. Ms. Farida Khanam yang juga anak Maulana Wahiduddin Khan, seorang tokoh Islam yang memiliki Kharismatik dan memiliki pengaruh yang cukup tinggi di India saat ini mengatakan bahwa orang-orang Barat saat ini telah memberikan label baru bagi Islam sebagai agama terorisme. Akan tetapi, Khanam membantah pandangan tersebut dengan mengatakan bahwa Islam is not a religion of terorism (Islam bukanlah agama terorisme). Dan Islam juga tidak benar mengajarkan umatnya untuk menjadi seorang teroris. DR. Khanam hanya membenarkan jika sebagian dari orang-orang yang mengaku beragama Islam itu ada yang menjadi teroris.

Dan yang lebih menariknya lagi, bantahan terhadap penyimpangan-penyimpangan ayat Al-Qur'an tersebut telah dijawab oleh Maulana wahiduddin Khan dalam bukunya "The True Jihad: The Concept of Peace, Tolerance and Non-Violence in Islam". Suatu tindakan positif sekali karena keintelektualitasan seseorang "dibalas" dengan sikap yang intelektual pula. Satu hal yang masih jarang terjadi dikalangan Muslim Indonesia, lebih-lebih lagi dikalangan masyarakat melayu Riau. Otokritik ini saya ketengahkan karena didasari oleh kecintaan saya terhadap bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama, lebih-lebih lagi terhadap orang-orang Melayu Riau yang dikenal dengan sikap keberagamaannya terhadap Islam yang cukup tinggi.

Duduk bersama

Selama ini sikap yang telah ditunjukkan oleh dunia internasional termasuk bangsa Indonesia adalah dengan "memburu" para teroris itu sendiri. Ini dapat kita dengar dari beberapa pernyataan pemimpin negara yang merasa negaranya telah menjadi sasaran para teroris. Bentuk lain dari pemburuan ini dapat pula terlihat dengan banyaknya slogan-slogan yang berbunyi: Mr X. most wanted people in the world. Kadang-kadang slogan tersebut juga dibumbuhi dengan "hadiah" yang menarik bagi para penemu, pemberi info tentang keberadan para teroris tersebut.

Saya selalu berpikir bahwa cara tersebut hanyalah akan menambah daftar pelaku teror itu sendiri. Karena itu, penulis menawarkan kepada para pemimpin negara, penegak hukum dan penegak keadilan juga kepada kita semua untuk mengajak para pelaku teror atau para tersangka pelaku teror tersebut untuk duduk bersama, membahas permasalahan umat yang dihadapi oleh umat ini secara bersama dan memcarikan solusi yang dihadapi umat ini secara bersama pula. Dan penulis yakin bahwa dengan cara yang demikian itu dapat melunakkan kepala yang keras dan melembutkan hati yang panas. Bukankah Allah SWT telah menegaskan sebagaimana termaktub dalam firman-Nya: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, serta saling berwasiat (untuk nasehat-menasehati) dan saling berwasiat dengan kesabaran. (QS. Al-Ashr: 1-3).

Meskipun diawal tulisan ini penulis telah mencantumkan banyak ayat yang menyuarakan untuk berjihad dan berperang melawan orang-orang yang telah berbuat zhalim kepada kita, dan penulis sendiri mengakui bahwa kita sebagi manusia biasa juga memiliki batas kesabaran, namun Allah SWT juga memberikan peringatan sekaligus kabar gembira sebagaimana yang terdapat didalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, salah satu diantaranya adalah sebagai mana dalam firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, sabarlah kamu dan sabarlah melawan musuhmu dan berjagalah (diperbatasan negerimu) serta tambatkanlah (kuda-kudamu). Dan takutlah kepada Allah, mudah-mudahan kamu menang (sukses). (QS.Ali Imran: 200)

Dalam ayat ini dengan tegas umat Islam disuruh berhati sabar, terutama sabar menghadapi musuh, serta disuruh berjaga-jaga diperbatasan negara yang berhadapan dengan negara musuh, yaitu dengan mengadakan siap-siaga dan menambatkan kuda-kuda perang di tempat itu untuk untuk mempertahankan negara dari serangan musuh yang tiba-tiba. Kalau sekarang bukan dengan kuda-kuda perang lagi, melainkan dengan alat senajata modern yang dipergunakan orang untuk mempertahankan negaranya dari serangan musuh.

Didalam sebuah riyawat diceritakan bahwa ketika Rasulullah sedang duduk-duduk santai bersama isterinya 'Aisah, lewatlah seorang Kafir sambil memberi ucapan yang artinya begini: Celakalah engkau ya Muhammad. Maka 'Aisah segera memberi jawaban dengan mengucapkan: Engkaulah yang celaka, dilaknat dan diazab oleh Allah. Rasulullah segera memegang tangan isterinya dengan mengatakan: Sabar! Sabar dan tenanglah wahai kekasihku yang kemerah-merahan! "Kemerah-merahan" ini adalah panggilan buat isterinya tercinta 'Aisah, karena memang pipi A'isah ini berwarna kemerah-merahan.

Disini jelaslah bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada kita tentang perlunya sikap sabar, dan hal yang terpenting untuk kita ingat adalah bahwa Rasul bukan dan tidaklah memberi "sulutan" sehingga bisa menambah kemarahan 'Aisah, namun sebaliknya Rasul bahkan "merangkul" isterinya sambil memberikan nasehat untuk bersabar kepada 'Aisah, yang mana nasehat tersebut juga ditujukan dan peruntukkan kepada kita sebagai umat pengikutnya.

Oleh karena itu, penulis menghimbau kepada semua komponen bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Riau yang terdiri dari beragam agama dan aliran keyakinan agar senantiasa membuka kembali lembaran-lembaran ajaran yang dianutnya secara benar, karena dengan memahami ajaran agama secara benarlah, maka kerukunan hidup beragama dapat tercipta, dan dengan demikian pulalah rasa curiga, sak dan prasangka buruk terhadap agama lain dapat dihindari. Ketahuilah, bahwa sempitnya ruang berfikir dalam memahami agama mengakibatkan kepada radikalisme yang berakibat kepada tindak kekerasan. Dan dari sikap yang seperti ini pulalah terorisme akan lahir kepermukaaan dimana saat ini memang sedang "menggelindingi" lingkaran dunia Islam. Untuk menghalagi masuknya bentuk radikalisme ini kedalam tubuh kita, tentunya kita harus mau membuka diri untuk melihat perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk ini. Dan dengan demikianlah, sikap mau menerima pendapat orang lain akan terwujud. Dengan demikian buruntunglah anda yang beragama, karena dengan agamalah hidup ini memang terasa indah, tentunya dengan mengamalkan ajaran agama tersebut dengan cara yang baik pula. Fa'tabirú yá ulil abshár, la'allakum turhamún.

Zamhasari Jamil, Mahasiswa asal Riau pada Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia, New Delhi, India.

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Riau Pos, Pekanbaru edisi 27.09.2003

0 Comments:

Post a Comment

<< Home