Thursday, January 01, 2004

Sejenak “Melirik” Selebritis Muslim India

Oleh: Zamhasari J. Naimah

MANAKALA India bercerita tentang masyarakatnya yang beragama Islam, nama-nama selebritis seperti Shah Rukh Khan, Aamir Khan atau Mohammad Azharduddin selalu disebutkan. Belum lagi nama-nama bintang baru seperti Saif Ali Khan, Fardeen Khan, begitu juga dengan aktris cantik Katrina Kaif yang belakangan ini cukup populer di kalangan masyarakat India khususnya kalangan remaja India. Hal ini tetap menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Muslim India, karena mereka yang namanya disebutkan diatas tadi tidak menunjukkan tipikal seorang Muslim.

Begitu juga dengan beberapa tokoh Muslim India yang boleh dikatakan berhasil dalam bidang yang digelutinya, baik itu berasal dari tokoh birokrasi, politikus maupun pemain cricket dan lebih-lebih lagi aktor dalam dunia perfilman. Mereka itu pada umumnya lebih cendrung memperlihatkan dirinya di hadapan dunia sebagai masyarakat India yang dalam prakteknya menganut paham sekuler. Hal ini dapat saya katakan kepada masyarakat Muslim Indonesia khususnya mayarasakat Muslim Riau karena dua tahun sudah saya di India, saya melihat langsung bagaimana sikap dari rekan-rekan mahasiswa Muslim India atau dari dosen-dosen Muslim di Jamia Millia Islamia, New Delhi ini.

Kekecewaan ini semakin terlihat tatkala aktor ternama Shah Rukh Khan yang juga pernah menjadi mahasiswa pogram Master di bidang Mass Communication di Jamia Millia Islamia ini datang mengunjungi almamaternya. Beberapa bulan yang lalu Shah Rukh Khan datang ke Jamia Millia Islamia, saat itu saya berada di ruangan perpustakaan universitas mengatakan kepada rekan saya yang Muslim India begini, “apakah anda tidak ingin menemui Shah Rukh Khan?” Rekan saya menjawab dengan tenangnya, “seorang Muslim tidak akan pernah mencium dan menyentuh kulit istri orang dan anak perempuan orang lain yang bukan muhrimnya.” Suatu jawaban yang sebelumnya tidak pernah saya perkirakan akan terucap dari bibir seorang Muslim.

Saya teringat ucapan rekan saya tersebut ketika saya menyaksikan film Indonesia yang cukup ternama “Ada Apa Dengan Cinta” yang dibintangi oleh bintang baru Dian Sastro Wardoyo dan Nicholas Saputra dan film “Andai Ia Tahu” yang dibintangi oleh Marchel Maryam dan Marcellius Siahaan, sebab film-film tersebut bukan saja penuh dengan sentuhan-sentuhan tapi yang lebih “menariknya” lagi film tersebut juga diakhiri dengan ciuman.

Satu kali saya pernah bertanya kepada senior saya, “sebagai seorang Muslim, menurut anda enak tinggal dimana, di India atau di Pakistan?” Senior saya tersebut mengatakan bahwa bagi seorang Muslim lebih enak tinggal di Pakistan, sebab di Pakistan itu masyarakat muslim benar-benar memperoleh kemerdekaan dalam menjalankan kehidupan ini sesuai aturan Islam. Nah, bagaimana pula nasib masyarakat Muslim India dalam bidang ekonomi? Di India, khususnya lagi di New Delhi, kita memang jarang menjumpai orang Muslim yang ikut “mendirikan stand” baik di plaza ataupun mall. Ini membuktikan bahwa perekonomian India memang dikuasai oleh kaum mayoritas Hindu. Sungguhpun demikian, saya juga cukup terkesan dengan sikap pemuda Muslim India yang mampu membebaskan dirinya untuk tidak pernah pergi ke nightclubs dan private parties yang menurut sebagian kita bahwa pergi ke nightclubs dan private parties tersebut selalu dijadikan alasan untuk menghilangkan rasa bosan dari segala kegiatan rutinitas kita sehari-hari.

Bagi saya, dengan belajar di India ini kita akan banyak menjumpai discovery-discovery yang sebelumnya tidak pernah kita bayangkan. Juga pernah terdengar oleh saya bagaimana cintanya seorang Muslim India terhadap saudara Muslim mereka di Pakistan. Mereka (masyarakat Muslim India) lebih mengagumi team olah raga cricket Pakistan. Bagi mereka Imran Khan dan Wasim Akram merupakan pahlawan-pahlawan yang lebih unggul dari pada Kapil Dev dan Sachin Tendulkar. Padahal secara umum, Sachin Tendulkar ini adalah merupakan pahlawan utama di dalam team olah raga cricket di India ini.

Seorang ibu rumah tangga dimana dua orang anak perempuan dan seorang cucu laki-lakinya yang telah menikah dengan memilih dari keluarga yang beragama Hindu pernah mengatakan bahwa “di India ini, kita hidup dengan penuh rasa kekhuwatiran atau kecemasan yang berkepanjangan, Bagaimana tidak, berapa banyak sudah anak-anak perempuan Muslim yang menikah dengan laki-laki yang diluar agama Islam?” Sambil meneruskan kisah-kisah hidupnya, ibu tersebut juga menyesalkan sikap Hrithik Roshan, seorang film star, yang telah menikahi seorang perempuan Muslim, Suzanne Khan, dan ibu tersebut juga menentang sikap Salman Khan yang telah “mengikat janji” dengan Aishwarya Rai, walaupun belakangan ini diberitakan bahwa dikarenakan sesuatu dan lain hal janji yang telah mereka ikat tersebut sudah “dilepaskan.” Disinilah anda akan melihat perbedaan antara Muslim India yang elit dengan masyarakat Muslim India umumnya.

Dalam diskusi kecil-kecilan bersama rekan-rekan dan senior di kampus, saya kadang-kadang juga sering menanyakan, mengapa dulu itu, dalam film-film India atau sebuah video musik India, selalu “menggandengkan” antara perempuan Muslim dengan laki-laki yang beragama Hindu? Mengapa laki-laki Muslim tidak pernah diperlihatkan menjadi “lawan main” bagi seorang perempuan yang beragama Hindu?” Senior saya yang juga sepupu Shah Rukh Khan tersebut menjawab bahwa dahulu itu jika seorang aktor yang Muslim memang ingin sukses dalam karirnya, maka ia harus merubah namanya terlebih dahulu dengan nama-nama Hindu – Yusuf Khan menjadi Dilip Kumar, Nasim menjadi Madhubala – dan sekarang, kata dia, seorang direktur tidak ingin menerima risiko dari pembuatan sebuah film yang menjadikan laki-laki Muslim sebagai heronya dan perempuan Hindu sebagai heroinenya. Namun yang kita lihat sekarang ini bahwa dalam pembuatan sebuah film India, barangkali permasalahan agama ini sudah tidak menjadi persolan lagi. Ini terbukti bahwa akhir-akhir ini telah banyak film-film India dimana heronya berasal dari laki-laki Muslim dan heroinenya berasal dari perempuan yang beragama Hindu.

Suasana yang Islami akan lebih terasa lagi di India pada saat hari raya Id (Idul Adha dan Idul Fitri), dimana saat itu semua masyarakat muslim India yang laki-laki menggunakan payama (sejenis baju teluk belanga yang agak lebih panjang), sedangkan bagi wanita Muslimahnya mengenakan pakaian burqa yang berwarna hitam atau putih. Pada saat-saat yang seperti itu, kita akan banyak yang mendengar dari mereka bahwa mereka juga masih banyak memiliki saudara dan keluarga di Pakistan. Namun yang membuat mereka itu sedih adalah disebabkan oleh kondisi dua negara yang berbeda ini sehingga mereka tidak dapat bersua. Maka tidaklah heran, jika kita masih banyak melihat bendera Pakistan yang di pajang di dalam rumah-rumah masyarakat Muslim India ini.

Kepada tuan dan puan yang mempunyai kemampuan untuk datang ke India, lihatlah mengapa perpisahan antara Pakistan dan India itu terjadi. Meskipun barangkali anda sudah banyak membaca buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan ini, akan tetapi bukankah suatu keistimewaan jika anda bisa ikut merasakan bagaimana rasanya menjadi “orang Muslim India sesaat” saja. Dan di India anda akan bisa menyaksikan secara langsung bagaimana indah dan uniknya Taj Mahal, suatu “tanda cinta” dari seorang pemimpin dan kepala keluarga “kanda” Shahjahan kepada istrinya “dinda” Mumtaz Mahal.[]

Penulis adalah pelajar Melayu Riau program S1 pada Department of Islamic Studies di Jamia Millia Islamia, New Delhi, India.

1 Comments:

Blogger Unknown said...

Terkadang keindahan dan kenikmatan duniawi memang sering membuat manusia menomor duakan agamanya.
Salam.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci

11:48 AM  

Post a Comment

<< Home